Jakarta (ANTARA News) - Melenggang santai melalui jalur kiri, menanjak tinggi tetap dikayuh, sepeda Federal merah akhirnya berhenti sejenak di senja sore jalan Semarang-Boyolali sembari berfoto pada tugu Selamat Jalan Semarang, Selamat Datang Boyolali.
Tak disangka sepeda itu telah menempuh jarak 549,7 km. Meilana Dukut Elisdiarto si penunggang Federal merah tersebut. Dari peraduan mengayuh untuk bertemu keluarga di hari yang fitri.
"Saya dari Bandung mas, ini sebentar lagi mau sampai tujuan, Solo," kata Adhiet, sapaan akrabnya, dengan senyum merekah.
Ia rogoh gawai miliknya dengan sarung tangan sporti khas pebalap sepeda.
"Saya kabari keluarga dulu, karena sebentar lagi sampai Solo, barusan saya mau goes lagi," sapanya kepada Antara, sebelum Antara minta waktu sejenak untuk wawancara.
Menghela nafas tanda lelah terpancar, namun semangat dekat dengan keluarga tergambar dari senyum Adhiet. Pria berumur 44 tahun tersebut mudik dengan mengayuh sepeda dari Bandung menuju Solo.
"Saya berangkat Kamis (22/6) pagi dari Bandung, lewat Brebes, Losari, Pantura, dan istirahat malam di Alas Roban," jawabnya. Total perjalanan yang ditempuh ayah empat anak ini adalah tiga hari, dan menurutnya itu adalah waktu yang wajar.
Adhiet juga tergabung dalam klub sepeda yang ia sebut FBI (Federal Bandung Indonesia) selalu aktif dalam berbagai "event".
Persiapan
Selama seminggu ia siapkan Federal merah tersebut menjelang mudik Lebaran 2017. Tiga hari pertama ia alami kendala, sepedanya bermasalah, hampir saja ia kehilangan semangat. Namun berhubung Adhiet juga seorang mekanik sepeda, ia mampu mengatasi hal tersebut.
"Bersepeda jangan pernah dipaksakan, sekuatnya, kalau capek ya harus istirahat," katanya. Dua jalur di pulau Jawa telah ia lalui untuk mudik, yaitu jalur selatan Jawa dan Pantai Utara (Pantura).
Selama mudik bersepeda kali ini, ia bermalam dua kali. Pertama di Brebes dan kedua di Alas Roban. Kendala yang ia hadapi bermacam-macam, dari mulai cuaca hingga macet.
"Kalau macet ya saya turun, saya tuntun dengan jalan kaki, dinikmati saja," katanya.
Motivasi
Motivasi melakukan mudik dengan bersepeda sejauh hampir 550 km tiap tahun adalah ingin mengampanyekan manfaat bersepeda.
Ia mengaku setiap hari "bike to work". Pekerja "freelancer" instalasi listrik ini selalu giat mengampanyekan manfaat sepeda.
"Saya dulu menderita rematik parah, Alhamdulillah dengan bersepeda sembuh. Dan dengan bersepeda bisa mengurangi risiko sakit jantung," jelasnya.
Ia juga ingin memelihara lingkungan dengan sebaik-baiknya, sebab sepeda tidak menghasilkan polusi.
Lebaran 2017 adalah tahun ketiga ia mudik dengan "goes". Setiap "goes" selalu dari Bandung menuju Solo. Dan hal tersebut juga berlaku untuk arus balik, tetap mengayuh sepeda dengan bendera tinggi di belakangnya, yang ia sebut pemberi semangat.
Dua tas ransel di belakang kanan dan kiri, satu tas beserta matras tidur terlipat di stang depan. Keselamatan menjadi hal utama. Ia buktikan dengan menggunakan helm sepeda, lengkap dengan dua buah lampu di depan sepeda.
Tahun terberatnya dalam musik bersepeda adalah pada Lebaran 2016. Sebab pada tahun itu, ia "meng-goes" secara konvoi.
"Kalau berombongan itu tambah repot, saya harus mengawal mereka, mau cepat nanti juga banyak yang ketinggalan, kalau pelan nanti juga tidak sampai-sampai kan," jelasnya sembari tertawa.
Biasanya, waktu tempuhnya adalah tiga hari. Namun, 2016 karena berkelompok akhirnya memakan waktu empat hari. Ia mengingatkan kepada semua orang agar rajin berolahraga, karena semangat itu akan menjadi modal masa depan.
"Pokoknya olahraga, kalaupun bersepeda jangan dipaksakan, kalau sampai berkunang-kunang, wah itu bahaya, bisa kolaps, capek ya istirahat dulu, udah lalu lanjut lagi," katanya.
Ia mengaku selalu taat berpuasa, namun ketika mudik dengan sepeda, ia memilih untuk tidak berpuasa dulu dengan mengganti di lain hari, sebab bisa berbahaya bagi tubuh jika dipaksakan berpuasa.
Keluarga menurut pengakuannya sangat mendukung dengan kegiatannya. Tidak ada keluhan atas hobinya bersepeda yang cukup ekstrem itu.
"Tidak ada keluhan, asalkan saya rutin mengirimkan kabar lewat foto, mereka akan memahami kok, toh ini hobi baik," tegasnya.
Selain dukungan keluarga, ia selalu membekali diri dengan pengetahuan sepeda, baik secara teknis maupun kesehatan diri. Dua tas depan hitam di dekat roda depan merupakan perlengkapan mekanik yang berisi perbengkelan sepeda.
"Saya menyukai sepeda sejak dari kecil, waktu itu ayah saya memberikan sepeda satu-satu kepada semua anaknya. Entah sejak saat itu saya hobi dengan sepeda, baik mengutak-atik ataupun bersepeda jarak jauh," katanya.
Ketika arus balik Lebaran, ia mengaku tetap ingin mengayuh dengan sepeda, walau biasanya memakan waktu lebih lama daripada berangkat. Kenapa lebih lama? Sebab menurutnya ketika dari Solo ke Bandung, jalannya lebih didominasi tanjakan, sebab arahnya menuju ke dataran lebih tinggi.
Selain itu, dengan tidak adanya target waktu sampai, ia mengaku lebih santai ketika pulang.
Dengan semangatnya tersebut, pria ramah dengan murah senyum ini berharap kampanye yang ia lakukan, mampu menggerakkan masyarakat untuk hidup sehat dan lebih mencintai lingkungan.
Tips terakhir yang ia berikan adalah, "Satu lagi, jangan lupa power bank, buat foto-foto di jalan, karena saya juga punya Facebook dan Instagram," tambahnya dengan tawa yang lebar dan siap menyambut kembali aspal yang akan digilasnya sembari mengucapkan salam perpisahan.
Sementara itu, terdapat komunitas sepeda lain yang mendukung langkah Adhiet. Komunitas tersebut adalah Rombongan Bekasi (Robek). Iman Achwan salah satu anggota Robek pada awalnya akan melakukan kampanye serupa, yaitu bersepeda mudik dari Jakarta menuju Pekalongan. Namun rencana tersebut urung terlaksana.
"Saya sudah mempersiapkan semua, dari mulai fisik dan sepedanya untuk kampanye bike to work, namun urung terlaksana karena dilarang sama keluarga," kata Iman ketika dihubungi Antara.
Iman mengapresiasi langkah Adhiet yang bersepeda dari Bandung ke Solo, setidaknya untuk mengampanyekan hal besar memang membutuhkan langkah yang besar.
"Saya juga akan melakukan hal sama seperti yang dilakukan Adhiet, namun mungkin dalam bentuk yang berbeda, cukup dari Bogor sampai Jakarta kalau berangkat kerja. Semoga nanti juga dapat dukungan dari keluarga," tambah Iman.
Oleh Afut Syafril
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017