Tokyo (ANTARA News) - Penguasa Myanmar menahan dua wartawan setempat yang bekerja untuk televisi Jepang, kata jaringan hari Selasa. "Kami tahu dua wartawan setempat ditahan. Kami diberi tahu bahwa mereka dalam keadaan baik," kata wanita jurubicara Nippon Television, salah satu jaringan utama Jepang. Wartawan itu, yang tidak dikenali, bekerja di bawah kontrak bagi biro Bangkok Nippon News Network, yang dikelola bersama oleh Nippon Television dan badan lain penyiaran Jepang. Ia menolak merinci, dengan menyatakan jaringan itu masih mengumpulkan keterangan tentang kejadian tersebut. Beberapa wartawan di Yangon pada Senin meliput kedatangan kapal barang, yang diperkirakan dari Korea Utara, yang baru-baru ini memulihkan hubungan dengan Myanmar, sesama negara paria bagi Barat. Myanmar memunyai beberapa kendali paling keras di dunia atas media. Pada Februari, polisi menahan tiga wartawan setempat, dua di antaranya bekerja untuk media Jepang, saat mereka meliput unjukrasa langka. Jepang menjalin hubungan hangat dengan Myanmar dalam "perpecahan" langka dengan sekutu utama Tokyo, Amerika Serikat. Dua wartawan, yang mendekam beberapa tahun di penjara Myanmar, awal Januari dibebaskan sebagai bagian dari ampunan kepada sekitar 2.800 narapidana, kata kelompok hak asasi pers. Wartawan Than Win Hlaing dan Thaung Tun dibebaskan setelah ampunan diumumkan pemerintah, kata pernyataan Wartawan Tanpa Perbatasan dan Perhimpunan Media Burma. "Pembebasan tahanan insyaf selalu menjadi berita bagus, kendati penguasa masih menahan Thaung Tun, yang sakit, dan Than Win Hlaing di penjara hampir tujuh tahun hanya karena menulis artikel dan buku, yang tidak disenangani penguasa," kata dua kelompok itu. "Kami mengulangi imbauan kami kepada pemerintah agar membebaskan segera semua wartawan, yang ditahan," kata mereka. Lima wartawan lain, yang ditahan Juni 2000 dan dihukum tujuh tahun penjara akibat menulis tentang pemimpin partai Liga Bangsa untuk Demokrai (NLD) --yang ditahan-- Aung San Suu Kyi dan ayahnya, pahlawan kemerdekaan Jenderal Aung San. Thaung Tun, yang dikenal dengan nama samaran Nyein Thi, juga dibebaskan. Ia ditahan Oktober 1999 dan diperiksa serta disiksa lebih dari tiga minggu sebelum dihukum delapan tahun penjara, kata mereka. Ia dipenjara sesuai dengan Undang-Undang Darurat, yang sering digunakan terhadap pembangkang politik, karema menghimpun keterangan tentang pelanggaran hak asasi manusia dan mengirim temuannya ke luar negeri. Ia juga bekerja untuk majalah di Yangon dan membuat laporan video. Keadaan di penjara Myanmar buruk. Sudah lebih dari satu tahun, pemerintah menolak memberikan izin kepada Palang Merah untuk mengunjungi penjara. Peraih hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi dikenai tahanan rumah lebih dari 10 tahun. Partai NLD pimpinannya meraih kemenangan dalam pemilihan umum tahun 1990, tapi tidak diizinkan berkuasa. Tentara memerintah Myanmar, dulu bernama Burma, sejak 1962. Pemerintah Myanmar mengizinkan wartawan asing mengunjungi ibukota barunya untuk pertama kali sejak pindah dari Yangon Oktober 2005. Visa diberikan kepada yang mengajukannya, termasuk yang masuk dalam daftar hitam, kata pejabat Kementerian Informasi ahir Maret. Sekitar 50 wartawan asing diberi visa untuk meliput acara Hari Angkatan Bersenjata di Nay Pyi Taw, yang berarti Kota Raja, katanya dikutip AFP.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007