Jakarta (ANTARA News) - Perjanjian ekstradisi ASEAN hendaknya sesuai dengan asas ekstradisi baku yang diterima masyarakat internasional serta selaras dengan kaidah pranata hukum ekstradisi yang merupakan manivestasi dari penghormatan HAM. Hal itu merupakan salah satu poin hasil rumusan dari seminar nasional tentang kebijakan nasional dalam pembentukan perjanjian ekstradisi ASEAN yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) di Jakarta, Selasa. Asas rumusan tersebut disampaikan Kepala BPHN, M Ramli, selaku Ketua Tim Perumus dengan Sekertaris Tim Perumus Jeane Neltje Sally saat penutupan seminar di Jakarta, Selasa. Seminar tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan rekomendasi yang dibawa delegasi RI dalam pertemuan, `working group on extradition treaty`, `working group on extradition treaty` yang direncanakan berlangsung di Bali pada 21 hingga 23 Juni. Selain itu, beberapa hal yang mengemuka dalam seminar itu adalah bahwa kejahatan lintas negara merupakan kesepakatan bersama negara ASEAN dan untuk itu perlu ada komitmen untuk menyusun `extradition treaty` dalam memberantas kejahatan lintas negara. Pemberantasan kejahatan transnasional di suatu kawasan tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri, oleh karenanya perlu dilakukan upaya untuk meyakinkan negara-negara anggota ASEAN. `ASEAN extradition treaty` yang akan dibentuk harus mampu merumuskan dan menterjemahkan serta menjembatani perbedaan sistem hukum yang dianut oleh negara anggota ASEAN. Kepada delegasi Indonesia yang mengikuti `working grup` direkomendasikan untuk mendorong kelangsungan pembahasan ASEAN ekstradisi itu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007