Jakarta (ANTARA News) - Persatuan Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) menilai pengunaan pupuk berlebihan menjadi salah satu alasan harga beras di Indonesia terlalu mahal jika dibandingkan dengan beras yang dijual di beberapa negara Asia Tenggara.
"Vietnam dan Thailand lebih murah karena kepemilikannya lebih luas, kedua, penggunaan pupuk rendah karena mereka mengandalkan banjir sungai Mekong. Mungkin penggunaannya hanya sepersepuluh dari kita," kata Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Soetarto Alimoeso pada diskusi tentang Kesejahteraan Petani di Jakarta, Rabu (21/6).
Soetarto mengatakan penggunaan pupuk padi di Indonesia, contohnya di Karawang bisa mencapai 500 kilogram per hektare, padahal takaran penggunaan pupuk memegang porsi besar harga jual beras.
Di sisi lain, negara tetangga, seperti Vietnam dan Thailand hanya menggunakan pupuk satu per sepuluh dari rata-rata penggunaan pupuk oleh petani di Indonesia.
Menurut dia, penggunaan pupuk yang tinggi membuat ongkos produksi gabah di tingkat petani menjadi lebih mahal.
Selain itu, kepemilikan lahan pertanian Vietnam dan Thailand juga jauh lebih luas dibandingkan lahan Indonesia yang semakin terkonversi atau alih fungsi menjadi lahan perkebunan.
"Petani padi kita umumnya petani sambilan. Oleh karenanya rata-rata luas lahannya sangat sempit. Kalau dibanding dengan negara ASEAN umumnya, beras kita memang terlalu mahal. Kenapa? karena lahannya sempit," ungkap Soetarto.
Seperti diketahui, organisasi pangan dunia Food and Agriculture Organization (FAO) mencatat harga beras Indonesia lebih tinggi dibandingkan harga beras internasional.
Ada pun harga beras Indonesia pada 2016 berada di level 1 dolar AS per kilogram (kg), sedangkan harga beras rata-rata internasional hanya sekitar 0,4 dolar AS per kg.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017