Kinshasa (ANTARA News) - Lebih dari 3.000 orang tewas dalam delapan bulan aksi kekerasan yang kian meningkat di wilayah bagian tengah Republik Demokratik Kongo, Kasai, menurut laporan Gereja Katolik Roma.


Menurut data yang disusun oleh gereja tersebut dan dicantumkan dalam laporan dari utusan kepausan, yang salinannya ditunjukkan kepada AFP pada Selasa, sekitar 3.382 orang telah tewas dalam aksi kekerasan yang terjadi antara pasukan keamanan dan milisi suku.


Misi penjaga perdamaian MONUSCO PBB sebelumnya telah berbicara tentang "400 orang lebih tewas" sementara sekitar 1,3 juta orang diperkirakan melarikan diri dari rumah mereka di provinsi Kasai.


Laporan utusan kepausan tersebut, dengan tanggal 19 Juni, menyebutkan 20 desa sudah "hancur total," di mana 10 di antaranya dirusak oleh pasukan bersenjata Kongo (FARDC), empat oleh milisi suku dan enam digempur pasukan tak dikenal.


Laporan itu juga menyebut tentang 30 kuburan massal, sementara misi PBB menyatakan ada 42.


Aksi kekerasan dimulai tahun lalu ketika Kamwina Nsapu, yang merupakan kepala suku di wilayah dekat perbatasan selatan Angola, secara terbuka menantang otoritas pemerintahan Presiden Joseph Kabila, memicu aksi penindakan oleh pasukan keamanan.


Nsapu tewas dalam operasi polisi pada Agustus 2016, tetapi pengikutnya berjuang atas keyakinan bahwa dia masih hidup, karena dia dikubur oleh rezim tanpa menghormati upacara tradisional.


Februari lalu, MONUSCO menuduh milisi Kamwina Nsapu tentang "kekejaman ... termasuk perekrutan dan penggunaan tentara anak-anak," dan juga mengutuk "penggunaan kekuatan yang tidak proporsional" oleh FARDC.


Dua pakar barat yang dikirim oleh Sekretaris Jendral PBB Antonio Guterres untuk menyelidiki konflik, hilang pada bulan Maret, dan mayat mereka ditemukan di sebuah kuburan dangkal oleh pasukan penjaga perdamaian dua minggu kemudian.


Pemerintah menyalahkan milisi kesukuan atas pembunuhan mereka, demikian AFP.

Penerjemah: Try Reza Essra
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017