Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah saat ini menyiapkan tanah untuk rakyat miskin seluas lebih dari 9,25 juta hektare tanah sebagai pelaksanaan program reformasi agraria (land reform).
Usai rapat kabinet terbatas yang membahas masalah reformasi agraria di Kantor kepresidenan di Jakarta, Selasa, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto mengatakan, ada tiga kelompok tanah yang dialokasikan secara khusus untuk program tersebut.
Pertama, yaitu tanah yang menurut UU sudah bisa diperuntukkan termasuk misalnya tanah
land reform yang dulu.
Kedua, tanah dari hutan produksi konversi yang juga dialokasikan secara khusus untuk program ini.
Ketiga, tanah yang sekarang ini sedang dalam identifikasi Departemen Kehutanan dan BPN, karena pemanfaatannya sedikit terlambat di daerah-daerah yang berdekatan dengan kawasan hutan.
"Luasnya diharapkan, kelompok pertama kurang lebih 1,1 juta hektare, kelompok kedua sekitar 8,15 juta hektare dan kelompok ketiga masih dalam identifikasi," katanya.
Menurut dia, setiap tahapan dan proses realisasi program tersebut sekarang ini tinggal menunggu satu hal dan rencananya pada pertengahan Juni 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengundang para gubernur dan bupati/walikota untuk menyelaraskan segala kegiatan sehingga segala kegiatan itu dapat dilaksanakan secara utuh.
"Tadi dalam diskusi beberapa catatan muncul yakni bagaimana mengaitkan hal ini secara utuh dengan masalah pengurangan pengangguran dan kemiskinan, serta dengan menangani persoalan sengketa dan konflik pertanahan," katanya.
Ketika ditanya berapa jumlah rakyat miskin yang akan mendapat tanah tersebut, Joyo Winoto mengatakan, sekitar sembilan juta orang dan diutamakan penggunaannya untuk pertanian.
Pemerintah, katanya, sedang mempersiapkan "desain" apakah rakyat miskin akan menerima tanah itu secara gratis atau bagaimana.
"Itu nanti secara detailnya akan kita sampaikan setelah rapat dengan para gubernur dan bupati," katanya.
Mengenai lokasi tanah tersebut, Joyo Winoto mengatakan, sebarannya berada hampir di seluruh provinsi di Indonesia.
Ia menambahkan, pemerintah akan mengeluarkan peraturan pemerintah yang akan mengatur mekanisme reformasi agraria dan interdepartemen.
"Insya Allah dalam waktu dekat rencana pemerintah ini akan bisa dikeluarkan," katanya.
Pada bagian lain Joyo Winoto mengatakan, BPN sudah mengklasifikasi dan mengidentifikasi adanya sengketa dan konflik pertanahan di Indonesia yang jumlahnya mencapai 2.810 kasus berskala nasional yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Itu belum termasuk kasus yang kecil-kecil," katanya.
Ia mengatakan, ada bebarapa cara dan strategi yang dilakukan untuk menanganai kasus ini yaitu dengan cara sistematik dan adhoc.
Secara sistematik, BPN sedang melakukan penataan berbagai proses hukum , termasuk kelembagaan yang menangani masalah ini.
"Sedangkan yang adhoc, untuk skala nasional BPN sudah memiliki deputi baru yaitu Deputi Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan," katanya.
Di sisi lain, BPN juga akan terus melaksanakan program percepatan pemberian sertifikat tanah.
Jika sebelumnya pada 2006 pemerintah mengeluarkan sertifikasi terhadap sekitar 900 .000 hektare bidang tanah maka pada 2007 ditargetkan naik menjadi 3,1 juta hektare.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007