Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Joyo Winoto, mengatakan terdapat sedikitnya terdapat 2.810 kasus sengketa tanah skala nasional. Joyo Winoto mengemukakan hal itu di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa, seusai melakukan rapat terbatas dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang reformasi kebijakan agraria. "Kita memang sudah mengklasifikasikan adanya sengketa dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia. Kalau banyak catatan yang beredar dikatakan 1.700 kasus, tapi yang benar yang skalanya nasional saja 2.810 kasus," ujarnya. Kasus sengketa tanah yang berjumlah 2.810 kasus itu tersebar di seluruh indonesia dalam skala yang besar. Belum ditambah skala yang kecil, katanya. Untuk menangani permasalahan itu, kata Joyo, ada beberapa cara yang dilakukan oleh BPN. "Ada dua cara, yaitu secara sistematik dan ad hoc," ujarnya. Secara sistematik, lanjut dia, saat ini BPN dalam proses melakukan penataan proses hukum pertanahan dan kelembagaan untuk menangani kasus-kasus sengketa tanah. Sedangkan secara ad hoc, BPN sudah memiliki deputi baru, yaitu Deputi Pengkajian dan Deputi Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, katanya. "Dari sini juga ada aturan-aturan baru bahwa siapa pun juga yang berkaitan dengan sengketa pertanahan harus melalui proses melaporkan dan akan di-BAP. Dari BAP itu nanti akan ketahuan apakah dasar-dasar yang digunakan untuk mengklaim suatu tanah asli atau tidak," katanya. Menurut Joyo, hal itu adalah salah satu langkah mendasar yang akan dilakukan untuk menangani semua sengketa tanah yang terjadi di seluruh Indonesia. (*)
Copyright © ANTARA 2007
Sehingga jika ada kelalaian maka penggugat hanya menggugat BPN di PTUN, agar pemegang SHM mendapatkan Kepastian Hukum, dimana pembeli tanah SHM tidak dapat digugat oleh pihak lain.
Jika terjadi kelalaian yg dilakukan oleh BPN, maka negara yg menanggung.
Ini dpt mengurangi sengketa tanah.