Asal tidak mengganggu kinerja wasit, hal itu tidak menjadi masalah dan diizinkan oleh BWF."Jakarta (ANTARA News) - Ada yang berbeda dengan turnamen bulu tangkis Indonesia Terbuka 2017 memasuki putaran semifinalnya di Jakarta Convention Centre (JCC), Sabtu.
Setelah para pencinta bulu tangkis diberikan berbagai kejutan dengan tumbangnya para pemain unggulan utama di hampir tiap nomor sejak putaran pertama, di putaran empat besar ini kejutan datang dari penyelenggaraan itu sendiri.
Hari ini, para pengadil lapangan tidak memakai kaus berkerah olahraga yang selalu terlihat di berbagai turnamen, tetapi mereka menggunakan pakaian berlengan panjang dengan batik berwarna merah untuk bertugas.
"Ini yang berbeda dari Indonesia Terbuka sejak 3 tahun lalu. Menurut saya, para wasit tidak harus selalu berpenampilan sporty, malah jika menggunakan batik, para wasit itu jadi kelihatan lebih elegan dan keren," kata Ketua Bidang Pertandingan Indonesia Terbuka Bambang Roedyanto yang juga merupakan pencetus ide itu.
Tujuannya, lanjut Bambang, selain untuk membedakan Indonesia Terbuka dengan turnamen lainnya, adalah untuk mengenalkan salah satu budaya luhur Indonesia itu pada mata dunia.
"Itu memang tujuannya untuk mengenalkan budaya Indonesia. Seperti pada hari ini yang motif batiknya itu dari salah satu daerah Nusa Tenggara," tutur Bambang.
Ketika ditanya mengenai tanggapan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) akan hal tersebut, Bambang mengungkapkan bahwa pihak federasi memberikan izin asal tidak mengganggu kinerja wasit seperti di awal ide tersebut direalisasikan dengan menggunakan udeng (ikat kepala) khas Bali.
"Asal tidak mengganggu kinerja wasit, hal itu tidak menjadi masalah dan diizinkan oleh BWF," ujar Bambang.
Pakaian batik yang dikenakan oleh para wasit tersebut akan terlihat kembali di putaran final, Minggu (18/6).
Jika di partai semifinal batik tersebut berwarna merah, pada putaran final akan digunakan warna biru sebagai representasi para sponsor turnamen, yakni Djarum dan BCA.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017