Jakarta (ANTARA News) - Hingga tahun 2007, Indonesia telah mengadakan perjanjian ekstradisi dengan tujuh negara, dan seluruh perjanjian tersebut disepakati secara bilateral, kata Dirjen Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Depkum dan HAM, Dr Syamsudin Manan Sinaga. "Seluruh perjanjian tersebut disepakati secara bilateral dan hingga saat ini Indonesia belum pernah menandatangani perjanjian ekstradisi tersebut secara multilateral," kata Syamsudin Manan Sinaga saat berbicara pada Seminar Nasional bertema "Kebijakan Nasional Dalam Pembentukan Perjanjian Ekstradisi ASEAN" di Jakarta, Senin. Seminar Nasional yang berlangsung dua hari Senin (21/5) hingga Selasa (22/5) itu yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), guna menjaring masukan dari kalangan ahli, praktisi mengenai rencana pembentukan perjanjian ekstradisi ASEAN (ASEAN Extradition Treaty). Hasil dari seminar tersebut berupa rekomendasi yang akan disampaikan kepada delegasi Indonesia dalam rangka ASLOM Working Group on ASEAN Extradition Treaty yang akan diselenggerakan di Bali tanggal 21-24 Juni 2007. Manan Sinaga menjelaskan ketujuh perjanjian ekstradisi itu adalah perjanjian ekstradisi dengan Malaysia, yang diratifikasi dengan UU no 9 tahun 1974, dengan Philipina diratifikasi dengan UU no 10 tahun 1976, dengan Thailand diratifikasi dengan UU no 2 tahun 1978. Lebih lanjut Manan Sinaga menjelaskan, setelah berlakunya UU no 1 tahun 1979, Indonesia menandatangani perjanjian ekstradisi dengan Australia diratifikasi dengan UU no 8 tahun 1994, dengan Hongkong diratifikasi dengan UU no 1 tahun 2001, dengan Korea Selatan ditandatangani tahun 2001, dengan Singapura ditandatangani tanggal 27 April 2007. Pemerintah cq Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) kini sedang menggali masukan untuk menyamakan persepsi sebagai persiapan untuk dibawa pada pertemuan Working Group On Extradition Treaty yang pertama di Bali. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Prof Dr Ahmad Ramli mengatakan, untuk menyamakan persepsi tersebut maka pihaknya menyelenggarakan Seminar Nasional tentang "Kebijakan Nasional Dalam Pembentukan Perjanjian Ekstradisi ASEAN" yang berlangsung di Jakarta, Senin (21/5) hinga Selasa (22/5). "Dalam pertemuan tersebut hal yang perlu diperhatikan adalah menentukan (mengidentifikasi) isu-isu yang akan diangkat dan mempunyai potensi untuk dikembangkan," ujarnya, pada acara seminar tersebut di Jakarta, Senin. Ahmad Ramli mencontohkan beberapa persoalan yang dihadapi antara lain sistem hukum dari negara-negara ASEAN yang berbeda-beda. "Melalui seminar nasional inilah diharapkan akan dihasilkan suatu kebijakan nasional yang dapat dijadikan rekomendasi bagi delegasi RI dalam rangka ASLOM Working Group on ASEAN Extradition Treaty di Bali," katanya. Ia menjelaskan pada pertemuan ASLOM ke 11, di Siem Reap, Kamboja 29-30 Januari 2007, salah satu keputusannya adalah agar Working Group On Extradition Treaty dibentuk dan mengadakan pertemuan. Dalam kaitan itulah Indonesia menawarkan diri sebagai tuan rumah untuk kegiatan Working Group On Extradition Treaty yang pertama di Bali. Pertemuan akan membahas TOR dan modalitas yang dijadwalkan berlangsung pada 21-24 Juni 2007. Hasil pertemuan akan disampaikan kepada ASEAN Security Community Coordinating Conference/ASCCO untuk menentukan langkah selanjutnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007