Jakarta (ANTARA News) - Mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendukung usul amendemen kelima terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang disampaikan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pernyatan tersebut dikemukakan Presiden Republik Indonesia keempat menggantikan Presiden BJ Habibie ini di hadapan anggota DPD di Ruang GBHN di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan, Senin. Acara bertajuk Diskusi Kebangkitan Nasional yang diselenggarakan Kelompok DPD di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu dimoderatori Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita didampingi para Wakil Ketua DPD, Irman Gusman dan Laode Ida serta Ketua Kelompok DPD di MPR Bambang Soeroso. Gus Dur menyatakan ia tidak berkeinginan mogok atau berhenti mendorong DPD menggolkan usulan amendemen kelima tersebut. "Saya mendukung teman-teman DPD yang ingin mengadakan amendemen terhadap UUD. Saya juga tidak ingin mogok, berhenti. Ya nggak," kata Gus Dur. Kendati MPR sejak tahun 1999 sampai tahun 2002 masih membahas amendemen UUD 1945, Gus Dur berpendapat perubahan konstitusi yang dilakukan kurang lama dirembug. Akibatnya, tidak semua kalangan rakyat Indonesia mengetahui bahwa UUD 1945 telah empat kali diamendemen. "Tidak semua (rakyat Indonesia) tahu. Bahasa menterengnya, sosialisasinya kurang," katanya. Membandingkan UUD 1945 dengan UUD Amerika Serikat (AS), Gus Dur menyatakan sejak Thomas Jefferson yang Deklarator Kemerdekaan (1776) serta bapak pendiri AS menjabat sebagai Presiden AS yang ketiga (tahun 1801 hingga tahun 1809), perdebatan mengenai perubahan konstitusi hanya dibatasi pada dua pandangan, yakni hak-hak individu dan hak-hak negara bagian. Dari masa itu hingga kini, perdebatan mengenai amendemen UUD hanya dibatasi pada dua pandangan saja. Melalui perbandingan tersebut, UUD 1945 yang telah diamendemen empat kali bagus sekali. Meskipun demikian, amendemen kelima UUD 1945 tetap dipersilakan digagas DPD jika membuat UUD 1945 semakin lebih bagus lagi. "Kalaupun toh diamendemen (kembali) nanti, silakan. Tentu sesuatu yang lebih baik akan kita terima," kata Ketua Umum Dewan Syura Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB) itu. Ginandjar menekankan betapa nilai paling dasar bangsa Indonesia adalah pluralitas, heterogenitas, atau kemajemukan yang merupakan warisan nenek moyang yang patut dijaga. "Karena itu, toleransi merupakan salah satu nilai yang penting sekali dalam kita bernegara," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007