Hakim bernama Aydin Sedaf Akay itu telah ditahan di Turki sejak September tahun lalu.
Dia merupakan satu dari puluhan ribu warga Turki lain yang ditangkap dalam operasi penumpasan faksi yang dituding terlibat dalam upaya kudeta penggulingan Presiden Tayyip Erdogan.
Pengadilan internasional PBB dalam pernyataan tertulis mengatakan bahwa tindakan Turki merupakan "pelanggaran lebih lanjut terhadap status perlindungan Akay" sebagai hakim PBB yang mempunyai hak imunitas sesuai hukum internasional.
Akay adalah hakim di lembaga bernama MICT, sebuah pengadilan di Den Haag yang dibentuk untuk menangani sejumlah kasus kejahatan perang dari Yugoslavia sampai Rwanda.
Saat penangkapan, Akay adalah anggota sebuah tim yang ditugaskan untuk menemukan bukti baru yang akan menunjukkan bahwa warga Rwanda bernama Augustin Ngirabatware telah salah dihukum karena terlibat dalam genosida. Dia dipenjara selama 35 tahun.
Proses penemuan bukti baru itu kini harus ditunda karena absennya Akay.
Menurut pernyataan tertulis MICT, Akay diputuskan bersalah pada Selasa karena menjadi anggota "FETO"--sebuah kelompok yang masuk dalam daftar hitam terorisme pemerintah Turki karena mendukung ulama Fethullah Gullen, tokoh yang oleh Ankara dituduh sebagai dalang kudeta.
Kepala MICT, Theodor Meron, mengatakan bahwa "penangkapan, penahanan, dan persidangan terhadap Akay merupakan pelanggaran terhadap prinsip imunitas diplomatik dari PBB, dan juga perintah pengadilan mengikat yang dikeluarkan MICT pada Januari 2017 lalu."
Pada Maret, Meron melaporkan Turki kepada Dewan Keamanan PBB mengenai masalah yang sama.
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017