Sistem kelembagaan juga sudah berubah antara Perpres tersebut dengan kondisi sekarang."
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Republik Indonesia segera memperbarui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) untuk mencapai target Indonesia Hijau di 2030.
"Ada banyak hal yang menjadi pertimbangan kenapa Perpres itu harus diganti. Tapi, pada intinya ke depan kita tidak sekedar bisa bicara soal penurunan emisi saja, kita harus lihat secara komprehensif antara penurunan emisi dengan target-target pembangunan lainnya," kata Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam di Jakarta, Rabu.
Usai berbicara dalam Lokakarya Menuju Indonesia Hijau 2030 yang digelar World Agroforestry Centre (ICRAF), ia mengemukakan pula, "Karenanya, secara konsistensi harus dilihat kembali."
Ia mengemukakan beberapa alasan mengapa Perpres RAN-GRK harus segera dicabut dan diganti yang baru, karena saat Perpres Nomor 61 Tahun 2011 disusun masih berdasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 sampai dengan 2014, sedangkan saat ini yang gunakan sudah RPJMN 2015 hingga 2019.
Alasan berikutnya, menurut Medril, Perpres tersebut dibuat sebelum ada Kesepakatan Paris (Paris Agreement) 2015, dan kalau peraturan itu dibaca secara seksama memang rencana aksi tersebut hanya untuk dilaksanakan sampai 2020.
"Sistem kelembagaan juga sudah berubah antara Perpres tersebut dengan kondisi sekarang," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa Perpres yang sudah ada tidak salah, namun memang sudah harus diubah mengingat dinamika tentang pengendalian perubahan iklim juga cepat berubah, sehingga kebijakannya juga harus ditingkatkan.
Koordinator World Agroforestry Center (ICRAF) Indonesia Sonya Dewi mengaku senang mengetahui Perpres RAN-GRK akan segera dicabut dan segera digantikan dengan yang baru.
Perpres yang intinya memandatkan provinsi untuk menurunkan emisi GRK, melakukan mitigasi perubahan iklim sulit sekali dilaksanakan di level daerah, katanya.
"Kita ketok pintu di daerah lalu bicara soal mitigasi perubahan iklim mereka pasti bilang isu ini memang penting, tapi bukan prioritas daerahnya. Tapi, jika sudut pandang Perpres dirubah menjadi pembangunan tanpa merusak lingkungan, maka tentu akan sangat berbeda hasilnya," ujar Sonya.
Oleh karena itu, ia mengaku lebih optimistis bahwa nantinya provinsi dan kabupaten/kota bisa lebih menerima mandat Perpres baru tersebut dan melaksanakannya.
Sonya memberi masukan agar kepala daerah mau berkomitmen melakukan pembangunan rendah emisi dengan membuat mekanisme untuk memberikan penghargaan.
Usulan lainnya, menurut dia, seperti yang menjadi masukan dari daerah adalah menuangkan mitigasi perubahan iklim dan pembangunan hijau ke dalam anggaran.
"Kalau sekarang di Perpres RAN-GRK tidak diikuti kebijakan anggaran sama sekali. Karena itu bagaimana cara implementasi selalu jadi pertanyaan teman-teman di daerah," ujarnya.
Namun, ia menambahkan, Bappenas sekarang lebih berbeda dengan yang lalu, di mana posisinya saat ini lebih memiliki peran pembuat keputusan menentukan anggaran dan sebagainya, dan diharapkan agar suara dari daerah dapat dimasukkan dalam Perpres yang baru.
Pewarta: Virna P. Setyorini
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017