Juba, Sudan Selatan (ANTARA News) - Kementerian Sumber Daya Air dan Irigasi Sudan Selatan, Selasa (13/6), menyatakan telah meningkatkan upaya guna menambah produksi air pipa dari enam juta liter per hari saat ini jadi lebih dari 18 juta liter.

Sophia Pal Gai, Menteri Sumber Daya Air dan Irigasi, mengatakan pemerintah telah melancarkan upaya untuk meningkatkan jaringan pembagian air pipa di Ibu Kota Sudan Selatan, Juba, dan lima lkota regional guna meningatkan pasokan air bersih.

Gai mengatakan pemerintah akan melaksanakan proyek pengairan yang didanai Jepang dengan nilai 50 juta dolar AS guna meningkatkan peluang untuk memperoleh air minum yang bersih di kota tersebut.

Wanita menteri tersebut menambahkan negara Afrika Timur itu juga telah memperoleh jaminan sebear tujuh juta dolar AS lagi dari Bank Pembangunan Afrika (AfDB) untuk memperbaiki sistem pembagian air yang dibuat pada 1937 dan sudah rusak.

"Kami saat ini mengelola mesin mekanis dan generator listrik yang sudah keropos yang telah melampaui masa operasinya. Kami akan mengganti semuanya dalam waktu dekat dan membawa sistem modern guna membantu menghentikan wabah kolera yang terus menyebar," kata Gai, sebagaimana dikutip Xinhua.

Lawrence Muludyang, Direktur Jenderal Proyek Perencanaan bagi Perusahaan Air Kota Sudan Selatan mengatakan perusahaan milik negara itu saat ini kehilangan 45 persen hasilnya akibat pipa air yang rusak. Ia mengatakan segera setelah kedua proyek tersebut selesai paling lambat tahun depan, mereka akan menghadirkan air bersih buat lebih dari 600.000 orang di ibu kota negeri itu saja.

"Kami membidik volume gabungan total 18 juta liter per hari dan ini akan menjamin air bersih buat lebih dari 600.000 orang di Jubat. Dengan bertambahnya jumlah orang yang memiliki akses ke air minum, kami akan mengurangi wabah kolera terus menerus selama musim hujan dan menghentikan pasokan air sungai yang kotor ke masyarakat," kata Muludyang.

Menurut statistik dari Bank Dunia, Sudan Selatan --yang dirongrong pertempuran-- memiliki indikator pembangunan sosial paling rendah di Afrika dengan hanya 55 persen penduduknya memiliki akses ke sumber air minum yang ditingkatkan.

Negara yang bergantung atas minyak tersebut saat ini menghadapi perang saudara, kelaparan, keterbelakangan dan bencana lain yang telah melumpuhkan susunan sosial, ekonomi dan kelembagaan di negara termuda di dunia itu. (Uu.C003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017