Yogyakarta (ANTARA News) - Menteri Pertanian, Anton Apriantono, mengatakan dengan nilai tukar rupiah yang menguat terhadap dolar AS akan menurunkan biaya pertanian, khususnya impor benih padi hibrida yang harganya menjadi lebih rendah. "Meski demikian, pihaknya tidak berharap adanya pengawasan yang terlalu ekstrim terhadap rupiah, karena dikhawatirkan akan menyebabkan 'membanjirnya' impor benih padi terutama hibrida yang masuk Indonesia," katanya pada acara panen padi hibrida Kelompok Tani 'Angratani' di Desa Argosari, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin. Ia berharap nilai rupiah terhadap dolar AS masih dalam batas normal, atau tetap seimbang, sehingga dampaknya terhadap ekspor tidak terlalu besar. Menjawab pertanyaan seorang petani dari Kabupaten Kulonprogo, DIY, Tukijan yang menginginkan agar pengadaan benih padi terutama hibrida tidak mengandalkan impor tetapi diproduksi sendiri, menurut dia ada pertimbangan khusus mengapa Indonesia mengimpor benih padi jenis itu. "Indonesia impor benih padi hibrida dari China karena negeri itu merupakan yang pertama kali mengembangkan benih padi jenis ini," kata dia. Sehingga, menurut menteri pertanian, Indonesia tidak boleh terlalu menutup diri dalam hal kemajuan pertanian, apalagi kalau memang Indonesia tidak banyak tahu tentang perkembangan benih padi. "Kita mesti belajar dari China, seperti ketika Thailand yang pernah mengembangkan benih buah-buahan asal indonesia," katanya. Ia mengatakan pemerintah Indonesia membatasi impor benih padi tersebut dalam dua tahun saja. "Memang tahun-tahun ini kita masih impor, tetapi sambil mengembangkan sendiri benih padi jenis itu," kata dia. Menteri Apriantono mengatakan para ahli dari Indonesia dan China sudah melakukan penelitian bersama terhadap benih padi hibrida asal China ini, dan sebagian sudah ada hasil penelitiannya. Pada kesempatan itu menteri pertanian juga mengatakan daripada impor beras, akan lebih baik Indonesia impor benih padi. Sementara itu, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menawarkan dua pilihan kepada masyarakat petani di Kecamatan Sedayu, Bantul, yang sering menghadapi kendala dalam usaha pertaniannya baik akibat hama wereng maupun keterbatasan pengairan sawahnya. Pilihan pertama apabila petani gagal panen, padinya akan dibeli oleh pemerintah, tetapi kalau berhasil keuntungannya dibagi dua. Misalnya pemerintah memperoleh 40 persen, sedangkan petani 60 persen. Menurut Sultan, Pemprov DIY sudah sering bekerjasama dengan Pemkab Bantul, yakni pemprov membeli produksi padi petani untuk stok lokal. (*)
Copyright © ANTARA 2007