"Sampai hari ini belum ada kajian khusus soal peraturan sekolah lima hari di NTB. Sangat wajar, kita perlu berdiskusi dengan para ahli, termasuk dengan dewan pendidikan. Sehingga, ada masukan NTB ke pusat secepatnya," kata gubernur di Mataram, Selasa.
Menurut gubernur, pihaknya tidak mau gegabah menerima atau menolak kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy yang terbit pada 9 Juni 2017 sebelum ada kajian yang utuh dari pelaku pendidikan.
Karena itu, gubernur menegaskan jika dirinya tidak dalam kapasitas menolak atau menerima kebijakan Mendikbud karena yang utama dari sebuah kebijakan di bidang pendidikan, yakni kepastian keberadaan anak-anak saat tidak di sekolah.
Sebab, kata Zainul Majdi, selama pemerintah mampu memastikan anak-anak memiliki kegiatan produktif dan positif dengan adanya penambahan satu hari libur menjadi dua hari, maka hal tersebut sangat diatensi. Apalagi, jika semangatnya memperbanyak kegiatan interaksi diluar sekolah, di antaranya, lebih banyak proses pembelajaran dengan para orang tuanya.
"Itu semua bisa diketahui dengan asessment yang utuh. Semoga saja, kebijakan kali ini tidak trailer eror alias ujicoba. Namun sungguh-sungguh telah dipikirkan dan diketahui jawabannya, sehingga tidak merugikan dunia pendidikan," jelas Tuan Guru Bajang (TGB) panggilan akrab Gubernur NTB.
Gubernur mencontohkan, kebijakan lima hari kerja bagi para ASN di semua wilayah di Indonesia, justru belum seragam dan utuh bisa diterapkan oleh semua provinsi di Indonesia hingga kini. Untuk itu, khusus dalam dunia pendidikan perlu dikedepankan sikap hati-hati.
"Jadi perlu adanya sebuah asesment dengan memperhitungkan segala faktor didalamnya. Sehingga, setiap penentuan kebijakan itu bisa memberi manfaat untuk semuanya," tandas TGB.
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017