Jakarta (ANTARA News) - Koordinator Jaringan Gusdurian Indonesia, Alissa Qotrunnada Munawaroh, atau yang akrab disapa Allissa Wahid menyatakan bahwa Bulan Ramadhan merupakan momentum yang tepat untuk saling bertoleransi dan hormat menghormati antarumat beragama.

“Sebagai warga negara yang hidup dalam masyarakat yang majemuk, bulan Ramadhan ini harus bisa dijadikan sarana untuk mengasah spirit toleransi dan kerukunan antarsesama umat tersebut,” ujar Alissa Wahid, di Jakarta, Selasa.

Putri sulung Presiden RI ke-4 (Almarhum) KH. Abdurrachman Wahid atau Gus Dur ini mengatakan bahwa toleransi itu pada dasarnya sikap untuk saling menghormati mengingat semua manusia adalah ciptaan Tuhan.

Dan karena itu, katanya, setiap manusia memiliki posisi yang setara yang nantinya akan dinilai oleh Tuhan.

“Jadi yang membedakan atau manusia berbeda hanya dari ketaqwaannya. Dan Tuhan akan menilai manusia hanya dari ketaqwaan. Bukan manusia yang menilai. Tetapi selain itu manusia di muka bumi ini adalah setara,” ujarnya

Karena derajatnya yang sama di mata Tuhan, maka Allissa meminta seluruh umat untuk berpikir adil. “Kalau kita bisa berpikir adil, lalu kalau kita mengikuti ajaran di dalam kitab suci bahwa Tuhan itu menciptakan manusia berbangsa-bangsa, bersuku-suku untuk saling mengenal dan saling membantu, maka toleransi seharusnya tidak menjadi masalah.”

Wanita yang telah menyelasaikan studi master bidang psikologi.di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ini tidak menampik atas kekhawatiran yang terjadi selama ini terhadap pesan permusuhan yang beredar di media sosial yang semakin menguat.

Bersama para murid-murid Gusdurian yang tersebar di berbagai daerah dirinya bermitra dengan Infid (International NGO Forum on Indonesian Development) untuk meneliti masalah intoleransi dan terorisme.

Menurut Allissa, ada dua hal yang menarik yang muncul dalam penelitiannya itu, pertama bahwa 88 persen anak muda di Indonesia itu sebenarnya tidak setuju dengan terorisme. Mereka juga tidak setuju bahwa tindak terorisme itu bagian dari jihad.

“Tapi pada saat yang sama, sikap intoleran itu ternyata juga semakin menguat. Jadi walaupun tidak setuju dengan terorisme pada saat ini, tetapi ada sikap-sikap tidak menyukai atau tidak setuju kepada orang-orang yang berbeda agama, berbeda suku,” ujarnya menyayangkan.

Kelompok ekstrimis ini menurutnya menggunakan istilah-istilah yang menyulut kemarahan. Yang pertama adalah soal bagaimana kelompok agama tertentu itu ditindas dan memandang orang lain menjadi musuh.

Melihat hal tersebut dirinya pun juga memberikan contoh pemikiran dan apa yang telah dilaksanakan oleh sang ayah, dimana Gus Dur tidak akan pernah membeda-bedakan agama masyarakat.

“Dimana alm bapak saya dulu juga pernah memperkenalkan rukun kemanusiaan, yaitu keadilan, kesetaraan, dan persaudaraan. Jadi kemanusiaan juga menjadi nilai yang dijunjung tinggi dalam bersikap saling toleransi antarsesama umat.”

Untuk itu, Allissa mengingatkan agar umat tidak perlu takut dengan perbedaan karena justru perbedaan itu yang menjadi ruang untuk saling bekerjasama dan saling mengisi.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017