... ini tidak boleh sewenang-wenang dan tanpa alasan...Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Roichatul Aswidah, menilai frasa "makar" dalam KUHP harus didefinisikan secara terbatas untuk mencegah penerapan yang tidak jelas atas ketentuan terkait makar dalam KUHP.
"Definisi makar harus limitatif, karena penerapan pasal-pasal makar secara luas dapat mengakibatkan sifat yang ambigu, sehingga pada akhirnya dapat menjadi ancaman bagi hak asasi manusia," jelas dia, ketika memberikan keterangan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa.
Dia memberikan keterangan sebagai ahli yang dihadirkan oleh pihak Pemohon dalam uji materi sejumlah pasal terkait perbuatan makar di MK.
Aswidah kemudian menjelaskan bila pasal makar tidak didefinisikan secara terbatas maka hak asasi manusia atas kebebasan berekspresi akan terancam.
"Padahal UUD 1945 kita serta amandemen kedua telah menjamin kebebasan berekspresi," kata dia.
Oleh sebab itu dia menilai perumusan KUHP terkait makar harus jelas dan tidak boleh bersifat ambigu. "Karena hukum yang bersifat membatasi seperti ini tidak boleh sewenang-wenang dan tanpa alasan," kata dia.
Adapun pemohon dari uji materi ini adalah Institute For Criminal Justice Reform (ICJR). Pemohon menilai tidak ada kejelasan dari definisi kata makar dalam KUHP yang merupakan terjemahan dari kata aanslag yang berasal dari bahasa Belanda.
Menurut pemohon, makar sendiri bukanlah berasal dari bahasa Indonesia namun berasal dari bahasa Arab. Sementara aanslag dalam bahasa Belanda berarti serangan.
Pemohon kemudian menilai tidak jelasnya penggunaan frasa aanslag yang kemudian diterjemahkan sebagai makar, telah mengaburkan pemaknaan mendasar dari kata aanslag.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017