Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah perlu segera melakukan audit perizinan pelaksanaan impor garam terkait penetapan Direktur Utama PT Garam Achmad Boediono sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana penyimpangan importasi dan distribusi garam industri.
"Hal yang paling mendesak adalah melakukan audit terhadap perizinan dan pelaksanaan impor garam," kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim di Jakarta, Senin.
Menurut Abdul Halim, kasus impor garam itu juga karena berbagai tambak dalam negeri selama ini tidak optimal diberdayakan sehingga memunculkan lobi tertutup impor garam.
Ironisnya, lanjutnya, PT Garam ikut ambil peluang dagang kuota impor garam dengan melakukan pengemasan ulang dengan merek lokal.
Dia berpendapat ada beberapa fase yang mengakibatkan praktek korupsi terjadi di sektor pergaraman, yaitu fase pengumpulan data produksi garam nasional, saat importir mengajukan izin dan kuota impor, serta fase setelah garam impor didatangkan.
Abdul Halim menilai Indonesia dapat mencontoh India yang telah membuat Komisi Pergaraman yang bertugas memastikan petambak garam mendapatkan jaminan asuransi jiwa dan kesehatan, termasuk berbagai sarana bagi anggota keluarga mereka.
Dengan demikian, lanjutnya, program petambak garam di negara tersebut lebih fokus dalam memproduksi garam berkualitas, serta produksi garam India pada tahun 2015 tercatat mencapai angka 26,89 juta ton, dengan 5,7 juta ton diekspor.
Berdasarkan data KKP, produksi garam nasional pada tahun 2015 adalah sekitar 2 juta ton, dan pada tahun 2016 jumlah produksi tersebut anjlok hingga mencapai sekitar 137.000 ton.
Untuk itu, ujar Abdul Halim, penting pula bagi pemerintah unutk melakukan pembenahan terhadap tata produksi dan niaga garam dengan menitikberatkan kepada upaya swasembada garam nasional.
Sebelumnya, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menggeledah sejumlah gudang milik PT Garam di Surabaya, Jawa Timur, terkait kasus dugaan tindak pidana penyimpangan importasi dan distribusi garam industri sebanyak 75.000 ton.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya di Mabes Polri, Jakarta, Minggu (11/6) menjelaskan bahwa pada Desember 2016, pemerintah menetapkan bahwa kebutuhan garam konsumsi nasional adalah 226 ribu ton.
Untuk melindungi kepentingan petani kecil, maka BUMN yang diperbolehkan pemerintah untuk mengimpor garam konsumsi untuk kebutuhan nasional adalah PT Garam, yang kemudian mengajukan realisasi impor 75 ribu ton.
"Namun kemudian kami temukan penyimpangan dalam realisasi tersebut," katanya.
Dalam pengusutan kasus tersebut, penyidik Bareskrim menemukan 1000 ton garam industri yang sedang diolah menjadi garam konsumsi kemasan di empat gudang milik PT Garam di Gresik, Jawa Timur.
Sementara sisanya 74 ribu ton garam industri telah dijual kepada 53 perusahaan dengan menggunakan harga jual garam konsumsi. "Padahal yang dijual itu garam industri," ujarnya.
Achmad Boediono yang merupakan Dirut PT Garam (Persero) telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana penyimpangan importasi dan distribusi garam industri sebanyak 75.000 ton.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017