Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memperkirakan inflasi tahun ke tahun pada 2017 akan mencapai 4,36 persen, meningkat dibanding akhir 2016 yang sebesar 3,02 persen, sebagian besar karenan tekanan kelompok tarif yang diatur pemerintah (administered prices).
Agus di Jakarta, Senin, mengatakan perkiraan tersebut berdasarkan pergerakan tekanan indeks harga konsumen dalam kurun Januari hingga Mei 2017 yang menurun ketimbang Januari hingga April 2017.
"Jadi kalau di Rapat Dewan Gubernur pada April, kita perkirakan inflasi di akhir tahun itu 4.63 persen (year on year/yoy). Di bulan Mei 2017, itu adalah turun menjadi 4.36 persen (yoy)," ujar Agus.
Penurunan proyeksi inflasi tahunan tersebut, menurut Agus, karena koreksi yang terjadi pada dampak inflasi dari kelompok tarif yang diatur pemerintah.
Bank Sentral menilai tekanan inflasi dari administered prices, khususnya dari kenaikan sebagian besar tarif listrik 900 VA tidak akan sederas yang diperkirakan sebelumnya.
Selain itu, pengendalian harga pangan dan komponen lainnya dari kelompok tarif barang yang bergejolak (volatile foods) dari Januari hingga Mei 2017 juga membuat Bank Sentral yakin bahwa tekanan inflasi dapat dikendalikan.
Inflasi volatile foods hingga Mei 2017 sebesar 3,26 persen (yoy), sementara inflasi administered prices mencapai 9,14 persen (yoy).
"Kita lihat inflasi akhir tahun jika kita perkirakan sekarang masih sama dengan yang kita targetkan," ujar dia.
Bank Sentral ingin menjangkar sasaran inflasi sepanjang tahun ini di kisaran 4 persen plus minus 1 persen. Pengendalian inflasi juga yang menjadi alasan BI untuk menahan bunga acuannya "7-Day Reverse Repo Rate" sebesar 4,75 persen untuk kedelapan kalinya berturut-turut pada 18 Mei 2017.
Sementara, pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 mengasumsikan inflasi akan berada di empat persen.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017