Washington (ANTARA News) - Bekas jaksa Preet Bharara, Minggu waktu AS, mengaku pernah beberapa kali ditelepon Donald Trump setelah Pemilu November tahun lalu. Panggilan telepon itu membuat dia merasa tidak nyaman. Dia akhirnya dipecat Trump karena mengabaikan panggilan telepon ketiga dari presiden AS itu.

Berbicara dalam program "This Week" ABC News, dalam pernyataan publik pertamanya sejak dipecat Trump Maret lalu dari jabatan jaksa penuntut di Manhattan, Bharara meyakini panggilan Trump itu melanggar batas antara pemimpin eksekutif dengan penyelidik kriminal yang independen.

"Adalah ganjil sekali dan aneh jika ada pembicaraan pribadi tanpa kehadiran jaksa agung dan tanpa pemberitahuan apa-apa, antara presiden dengan saya atau siapa pun jaksa yang diminta untuk menyelidiki sesuatu hal dan berada dalam posisi yang secara hipotetis menyelidiki kepentingan bisnis dan kolega presiden," kata Bharara.

Dia menyebutkan selama menjabat presiden, Barack Obama tak pernah sekali pun menelepon dia langsung.

Pengakuan Bharara ini tercetus hanya beberapa hari setelah mantan direktur FBI James Comey bersaksi di Senat bahwa Trump pernah memintanya menghentikan penyelidikan kaitan orang dekat Trump, Michael Flynn, dengan Rusia.

Bharara mengaku dua kali ditelepon Trump setelah Pemilu lalu diketahui hasilnya. "Agak sedikit tidak nyaman, meskipun dia belum menjadi presiden. (Tetapi) Dia sudah menjadi satu-satunya presiden terpilih," sambung Bharara.

Pada panggilan telepon yang ketiga yang terjadi dua hari setelah Trump dilantik, Bharara menolak menelepon balik Trump.

"Panggilan masuk. Saya memperoleh satu pesan. Kami membahasnya, menganggap adalah tidak pantas untuk menelepon balik. 22 jam kemudian saya diminta mengundurkan diri bersama dengan 45 orang lainnya," kata Bharara.

Bharara tak mau menilai Trump telah menghambat peradilan, namun dia menyebut insiden itu sebagai bukti mengenai adanya niat Trump itu, demikian Reuters.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017