Kalau pembinaan kan sudah ada tempatnya di Liga U-21, U-19. Divisi II dan Liga Nusantara. Liga 1 itu kan sudah industri olahraga,"
Palembang (ANTARA News) - Regulasi Liga 1 yang dikeluarkan PSSI terkesan dipaksakan sehingga menimbulkan persoalan dalam pelaksanaan mengingat seolah-olah ingin mendompleng pembinaan atlet usia muda di liga profesional.
Salah seorang wartawan olahraga senior di Provinsi Sumatera Selatan Hendra Kusuma, di Palembang, Sabtu, dalam acara Diskusi Publik "Membedah Regulasi Liga 1", mengatakan hingga memasuki pekan ke-10 Go-Jek Traveloka Liga 1 terbukti masih menjadi dilema dan pro-kontra di antara klub-klub profesional.
Dalam diskusi yang digelar Forum Jurnalis Olahraga Sumatera Selatan (Forjoss) Hendra mengatakan, regulasi Liga 1 ini terbilang unik karena tidak pernah muncul sebelumnya, seperti aturan mengharuskan memasukkan tiga pemain U-22 dalam daftar starting line up dengan jatah bermain minimal 45 menit.
Kemudian pemberian slot pemain asing untuk kategori marquee player berubah dari sebelumnya 2+1.
Ia menanyakan, apakah orientasinya betul-betul untuk kemajuan sepak bola di Tanah Air atau ada udang di balik batu karena ada satu kontestan Liga 1 diketahui sebelum regulasi itu diterapkan telah menyusun daftar pemain asing dengan kelas marquee player.
"Saya curiga, apakah ini dipaksakan, terutama soal marquee player. Apakah ini pesanan," kata dia pula.
Karena itu, diharapkan tahun depan regulasi ini dapat diubah karena Liga 1 sebagai kasta tertinggi di Indonesia itu murni liga profesional yang artinya berorientasi pada bisnis. Dalam hal ini, pemain yang sudah layak atau bukan karbitan boleh tampil.
"Kalau pembinaan kan sudah ada tempatnya di Liga U-21, U-19. Divisi II dan Liga Nusantara. Liga 1 itu kan sudah industri olahraga," kata dia lagi.
Sekretaris Tim Sriwijaya FC Achmad Haris menilai, regulasi ini begitu kejam terhadap untuk para pelaku sepak bola karena niat untuk memunculkan bibit berbakat pesepak bola itu malah membunuh karir sebagian pesepak bola lain.
Regulasi Liga 1 menetapkan pemain di atas 35 tahun hanya boleh dua orang dalam tim kecuali pemain asing. Akibatnya, beberapa pemain terpaksa pensiun dini.
"Jika dihitung, pemain asing saja sudah empat orang, pemain U-22 ada tiga orang. Artinya tinggal 4 slot untuk pemain lain dan imbasnya banyak pemain yang tersingkir bukan karena kalah bersaing tapi karena regulasi itu," katanya
Pengamat sepak bola Sumsel sekaligus perwakilan KONI provinsi Syamsuramel pada diskusi ini mengatakan sebenarnya Indonesia tidak perlu membuat regulasi baru untuk menjalankan liga profesional karena sejatinya FIFA sudah memiliki Laws of The Games yang berlaku di seluruh dunia.
"Tapi masalahnya, Indonesia ingin buat sendiri dan ternyata menimbulkan masalah," kata Ramel.
Karena itu, menurutnya lagi, sangat penting kiranya membangun kesadaran untuk membina sepak bola secara berjenjang dan berkesinambungan, bukan mendompleng liga profesional.
Jika melihat perkembangan sepak bola nasional, maka sudah saatnya Sumsel khususnya Sriwijaya FC terpacu untuk mencetak pesepak bola melalui pembinaan berjenjang dan berkelanjutan. Namun, pola pemilihan atlet tidak boleh asal saja, harus ada standarisasinya.
"Harapan kami Sriwijaya FC selalu menjadi wadah bagi pemain bola Sumsel untuk mewujudkan mimpi, karena Sriwijaya FC sejak didirikan memang diamanahkan untuk menjadi muara pembinaan sepak bola di Sumsel dan muara terakhirnya ke tim nasional," kata dia.
Forum Jurnalis Olahraga Sumatera Selatan membedah regulasi ini dari semua sisi dengan menghadirkan beberapa tokoh sepak bola Sumsel, dari PSSI Sumsel, KONI, PT Sriwijaya Optimis Mandiri, Manajemen Sriwijaya FC, suporter, pengamat, dan perwakilan masyarakat.
Semua sepakat regulasi yang terkesan dipaksakan ini jangan sampai terulang lagi pada kompetisi selanjutnya, karena menyulitkan klub untuk mengambil langkah efektif terkait kemajuan tim.
Namun karena sudah telanjur, ada baiknya PSSI menemukan pola terbaik untuk menerapkan konsep kombinasi pembinaan pemain muda dan liga profesional agar persoalan dalam pelaksanaannya dapat dikurangi.
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017