Jakarta (ANTARA News) - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) prihatin terhadap adanya sekelompok kecil masyarakat Indonesia yang berpotensi ingin mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi negara khilafah.
"Dari hasil survei, ada sekitar tujuh persen WNI yang berpotensi ingin mengubah NKRI menjadi negara khilafah. Meskipun jumlahnya kecil, tapi kalau dibiarkan akan menjadi besar," kata Ketua Umum PPP, Muhammad Romahurmuziy, di sela acara buka puasa bersama, di Kompleks Rumah Jabatan Anggota DPR RI, di Jakarta, Kamis.
Menurut Romy, panggilan akrab Romahurmuziy, menyikapi isu tersebut, DPP PPP mengundang mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), KH Asyad Ali, untuk menyampaikan kuliah Ramadhan dengan topik seputar penyebab dan perkembangan kelompok terorisme di dunia internasional maupun di Indonesia.
Asyad Ali dalam ceramahnya, menurut Romy, dari hasil survei ada sekitar tujuh persen WNI yang setuju ingin melakukan perubahan bentuk negara Indonesia dari NKRI ke khilafah.
"Potensi ini harus segera diantisipasi agar tidak makin membesar," katanya.
Menurut Romy, tugas PPP sebagai partai politik berbasis Islam, menjadi kanal guna mengantisipasi kecenderungan warga yang ingin mengubah ideologi.
WNI yang berpandangan ingin mengubah NKRI, kata dia, hanya sebagian kecil, tapi pandangan tersebut harus diluruskan lagi, dan meluruskannya dengan pendekatan persuasif, tidak bisa dengan kekerasan.
"Umat Islam, kelebihanya berperilaku lemah-lembut, sehingga dapat bersikap persuasif. Karena itu, agama Islam terus berkembang," katanya.
Romy menambahkan, dari tujuh persen WNI yang setuju ingin perubahan NKRI, sekitar 1,5 persen di antaranya setujui perubahan NKRI dengan cara kekerasan.
"Kelompok ini, meskipun jumlahnya sangat kecil, tapi harus segera diantisipasi, karena kalau dibiarkan akan menjadi besar," katanya.
(T.R024/I007)
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017