Jakarta (ANTARA News) - Menyamar dalam pakaian wanita, orang-orang bersenjata menyerbu masuk pintu masuk utama gedung parlemen Iran untuk melakukan serangan, kata Wakil Menteri Dalam Negeri Iran Mohammad Hossein Zolfaghari seperti dikutip Reuters.
Salah seorang dari pria yang menyamar dalam pakaian wanita itu meledakkan rompi bom bunuh diri yang dikenakannya.
Pembom bunuh diri dan orang-orang bersenjata menyerang parleman Iran dan astana Ayatollah Khomeini di Teheran untuk menewaskan paling sedikit 13 orang. Pengawal Revolusi Iran mengambinghitamkan Arab Saudi di balik serangan teror itu.
Dari video yang dirilis ISIS terlihat seorang pria penyerang berada di dalam gedung parlemen Iran untuk kemudian berkata dalam Bahasa Arab, "Ya Tuhan, terima kasih. Kalian kira kami akan pergi? Tidak! Kami akan tetap di sini, Insya Allah."
Helikopter polisi berputar-putar di atas gedung parlemen Iran, sedangkan para petembak jitu membidik dari puncak gedung. Dalam jangka lima jam, empat penyerang tewas dan insiden pun berakhir, lapor media massa Iran.
"Saya sedang di dalam gedung parlemen itu ketika penembakan terjadi. Semua orang kaget dan ketakutan. Saya lihat dua orang menembak membabibuta," kata seorang wartawan yang berada di tempat kejadian perkara.
Setelah serangan di gedung parlemen itu, seorang pembom bunuh diri meledakkan bahan peledak yang dibawa rompi yang dikenakannya di astana pendiri Republik Islam Iran, Ayatollah Khomeini, beberapa kilometer dari Teheran, kata Zolfaghari.
Penyerang kedua di sini ditembak mati. Astana ini adalah tempat tujuan utama wisatawan religi.
"Para teroris membawa bahan peledak yang sudah terpasang ke diri mereka dan tiba-tiba menembak," kata pengunjung astana, Mohammadali Ansari.
Rabu malam waktu setempat, Zolfaghari menyatakan serangan teror itu menewaskan 13 orang dan 43 terluka.
Kementerian Intelijen mengatakan pasukan keamanan menangkap tim teroris ketiga yang merencanakan serangan teror ketiga. Badan Keamanan Nasional mengatakan Iran juga menggagalkan 58 rencana serangan serupa.
Serangan militan sangat jarang terjadi di Iran, kendati dua kelompok militan Sunni, Jaish al-Adl dan Jundallah, melancarkan pemberontakan maut yang sebagian terjadi di daerah-daerah terasing, selama satu dekade terakhir ini.
Provinsi Sistan dan Baluchestan di tenggara perbatasan Iran dengan Pakistan dan Afghanistan, adalah daerah asal suku minoritas Balouch yang sudah sejak lama menjadi kantong pemberontak Sunni yang memerangi pemerintah mayoritas Syiah.
Tahun lalu pihak berwajib Iran menggagalkan persekongkolan para militan Suni untuk membom Teheran dan kota-kota lain selama Ramadan, demikian Reuters.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017