Pasalnya, penyebaran persekusi, menurut dia sudah menjadi massive. Serangan tidak dilakukan kepada kelompok, namun menargetkan orang per orang.
"Mereka tidak dipersekusi kelompok, tapi orang per orang, makanya tingkat bahayanya lebih tinggi lagi. Paling mengerikan adalah kalau negara tidak bisa merespons cepat karena ini genting," ujar dia dalam temu media Koalisi Anti Persekusi di LBH Jakarta, Rabu.
Ditambah lagi, kasus persekusi yang terjadi di Indonesia adalah religious based di mana menurut Alissa agama menjadi sentimen terkuat di Indonesia, mengutip hasil riset yang menyebutkan bahwa 95 persen orang di Indonesia menyatakan bahwa agama berpengaruh besar dalam kehidupan mereka.
Berdasarkan kasus-kasus yang terjadi di berbagai wilayah, Alissa melihat pemburuan persekusi seakan diperbolehkan karena melibatkan oknum aparat keamanan.
"Ini sangat berat, aparat tidak lagi menjadi aparat yang menjaga fungsi dan wewenangnya. Kemudian ada kelompok menggunakan hak aparat atas nama agama dan kelompok untuk mengintimidasi," kata Alissa.
Kasus persekusi lainnya adalah perampasan identitas, di mana identitas korban diambil tanpa sepengetahuan untuk dibuatkan akun palsu penyebar ujaran kebencian, lalu menjadi sasaran persekusi.
Bahaya lain yang dikhawatirkan Alissa adalah perlawan persekusi dengan persekusi balik.
Saat ini, Alissa bahkan melihat kecenderungan banyak kelompok melakukan persekusi ditingkat awal yang mengancam kebebasan berpendapat seseorang.
"Ujungnya kebebasan berpendapat jelas akan dipancung. Orang tidak akan lagi mengungkapkan secara bebas bukan karena takut melanggar hukum tetapi karena akan dipersekusi," kata dia.
Terkait hak dan kebebasan seorang warga negara untuk berpendapat tentang negaranya, menurut Alissa, sangat berbeda dengan hate speech atau ujaran kebencian, sehingga dia berharap negara arif melihat hal ini.
"Kami berharap penegak hukum terutama kepolisian dari pusat sampai Polsek memiliki cara padang cukup jelas tentang persekusi sehingga tidak salah kaprah," ujar Alissa.
"Negara perlu akselerasi kebijakan dan langkah merespons," tambah dia.
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017