Pekanbaru (ANTARA News) - Perajin sendok berbahan alumunium di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, sebagian besar gulung tikar alias tutup, dan sekarang hanya tersisa satu industri rumah tangga pembuat sendok di Jalan Handayani, Kecamatan Marpoyan Damai.
"Dulu ada tujuh perajin sendok dan peralatan makan, mulai dari industri rumah tangga sampai skala menengah. Sekarang di Riau ini, tinggal saya sendiri," kata Yansen, pemilik industri rumah tangga sendok kepada Antara di Pekanbaru, Rabu.
Ia mengatakan, kerajinan membuat alat makan dan sendok dari bahan alumunium mulai merebak di Pekanbaru pada dekade 1960. Pria berusia 62 tahun ini mulai membuka usahanya pada dekade 1980.
"Banyak yang tutup rata-rata karena tidak ada penerus. Kalau yang punya meninggal, anaknya tidak meneruskannya lagi," kata Yansen menjelaskan kerajinan sendok alumunium biasanya berbentuk usaha keluarga.
Yansen menjalankan kerajinan sendok disamping rumahnya dengan dibantu isteri, anak kandungnya, dan dua orang pekerja. Proses pembuatan dimulai dengan menuangkan alumunium panas yang dicairkan ke alat cetak sendok, kemudian dihaluskan agar mengkilat dan dipasang tangkai kayu.
Sendok yang dibuat berupa sendok sayur, sendok untuk menggoreng dan sendok nasi. Dahulu, perajin pernah membuat sendok teh dan sendok makan, namun kini kalah bersaing dengan produk pabrik dan masuknya sendok impor.
Dalam sebulan, perajin sendok ini bisa memproduksi 2.880 lusin dengan omzet sekitar Rp60 juta. Produk sendok buatan Yansen menjangkau pasar di Provinsi Riau mulai dari Kota Pekanbaru sampai ke Tembilahan, hingga Kota Bukittinggi dan Padang Panjang di Provinsi Sumatera Barat, serta Kota Tanjung Pinang dan Batam di Provinsi Kepulauan Riau.
"Ada juga pengepul yang menjual sendok ini sampai ke Malaysia. Saya tidak perlu merk dagang, karena seperti ini saja sudah laku," kata Yansen ketika ditanya alasannya tidak mengurus merk dagang dan badan hukum untuk kerajinannya.
Ia mengatakan, salah satu alasan kerajinan sendok di Pekanbaru banyak tutup karena sulit mendapat akses modal ke perbankan. Menurut dia, kalangan perbankan sering memandang mata usahanya karena disangka tidak layak dapat bantuan kredit.
"Padahal, kalau saya dibantu pinjaman Rp20 juta saja, itu yakin saya bisa lunasi dalam setahun. Tapi, usaha sering dipandang dengan sebelah mata," keluh Yansen.
Apabila mendapat "suntikan" modal, ia mengatakan akan menggunakannya untuk menambah perajin dipercetakan menjadi dua orang. Sebabnya, usaha yang sekarang modalnya tidak cukup untuk mengejar permintaan yang meningkat pada saat bulan Ramadan ini.
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017