Jakarta (ANTARA News) - Relawan Jamkes Watch Abdul Gofur mengatakan rumah sakit perlu menambah kuota kamar rawat inap untuk pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) karena jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bertambah setiap tahunnya.
"Pihak rumah sakit harus menambah kuota kamar rawat inap untuk pasien BPJS karena peserta JKN semakin hari semakin bertambah, terutama rakyat tidak mampu yang tidak punya pilihan untuk pelayanan kesehatannya, hanya BPJS lah harapan mereka," ujar Abdul Gofur saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Saat ini, ia mengungkapkan, sangat banyak pasien BPJS yang sulit mendapat perawatan hingga harus dirujuk ke rumah sakit lainnya karena keterbatasan kamar rawat inap untuk peserta.
Gofur mencontohkan kasus yang saat ini terjadi pada Kaiza Ubay Falah, peserta BPJS Kesehatan asal Pasar Rebo, Jakarta Timur, yang didiagnosis penyempitan usus.
Anak laki-laki berusia tiga tahun itu belum menjalani operasi karena kamar rawat inap pasca operasi masih penuh.
"Pasien sudah dirawat lima hari di Rumah Sakit Sari Asih Ciputat mulai tanggal 2 - 6 juni 2017. Setelah pasien menjalani USG ternyata ada penyempitan usus dan harus segara dioperasi," kata dia.
Namun, ia menjelaskan, Rumah Sakit Sari Asih Ciputat tidak bisa melakukan operasi kepada pasien Kaiza Ubay Falah karena keterbatasan alat serta dokter.
"Kemudian pasien di rujuk lepas ke Rumah Sakit Fatmawati oleh pihak Rumah Sakit Sari Asih. Rujuk lepas itu maksudnya pasien harus jalan sendiri dan cari kamar sendiri," ujar dia.
Pasien Kaiza, lanjutnya, masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Fatmawati sejak Selasa, 6 Juni 2017.
"Pihak RS Fatmawati tidak bisa menangani operasi karena ruang rawat inap kelas 3 penuh. Apa dengan tidak ada kamar terus tidak ada solusi lain untuk keadaan darurat, misalkan sementara ditempatkan dulu di ruang lainnya selain kelas 3, atau dititip dulu di ruang pasien umum berbayar" pungkas dia.
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017