Jakarta (ANTARA News) - Pengamat hukum Universitas Bung Karno, Azmi Syahputra menilai perlu dibentuk Komisi Pemantau Badan Pemeriksa Keuangan usai operasi tangkap tangan oleh KPK terhadap auditor BPK dan pihak lain dari Kementerian Desa terkait status Wajar Tanpa Pengecualian.
Ke depan harus diperbaiki dengan dibentuk Komisi Pemantau BPK, dan hasil audit BPK dapat diuji balik oleh DPR maupun publik untuk menghindari kriminalisasi dan dijadikan pintu masuk dalam kegaduhan kepentingan politik, katanya melalui siaran pers yang diterima, di Jakarta, Senin malam.
Ia menyebutkan saat ini sesuai regulasi, ada celah yang dapat dijadikan penggelapan hukum bagi oknum auditor BPK antara lain melaporkan unsur pidana yang ditemukan paling lama 30 hari dengan fase waktu BPK melaporkan ke DPR (bisa 5 atau 6 bulan berikutnya).
Fase rentang waktu inilah yang dijadikan celah bagi oknum auditor BPK untuk mengubah tantangan menjadi tentengan.
Menurutnya, kewenangan melaporkan pidana yang dimiliki oleh BPK inilah yang membuat khawatir dan takut para pemegang keuangan di Kementerian atau Lembaga sehingga mencari jalan pintas dan kompromi.
Dia menegaskan bahwa BPK adalah satu-satunya lembaga yang monopoli dan diakui untuk melakukan audit keuangan negara, ditambah dengan tren kementerian atau lembaga negara yang sepertinya wajib memperoleh WTP, katanya lagi.
Menurutnya, kedudukan BPK saat ini sangat kuat karena secara regulasi diatur dalam konstitusi. Padahal sebuah lembaga yang terlalu kuat apalagi monopoli kewenangan, akan sulit mengontrolnya sehingga sulit mengontrol pula perilaku oknum BPK yang melakukan pemeriksaan di Kementerian dan Lembaga Negara.
Disebutkan, sistem pemeriksaan yang dilakukan Tim BPK yang melakukan audit tidak diikuti fungsi kontrol dari suatu lembaga atau komisi yang memantau rencana sistem kerja mereka.
KPK menetapkan Inspektur Jenderal di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Sugito, dan Auditor Utama BPK Rochmadi Saptogiri sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Tindak pidana korupsi itu berupa pemberian hadiah atau janji terkait pemeriksaan laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016 untuk mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam dan dilakuakn gelar perkara siang tadi, disimpulkan ada dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pemeriksaan keuangan Kemendes tahun 2016, dan KPK meningkatkan status ke penyidikan serta menetapkan 4 orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.
Selain Laode, konferensi pers itu juga dihadiri oleh Ketua KPK Agus Rahardjo, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Moermahadi Soerja Djanegara, dan Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar.
"Empat tersangka itu adalah SUG (Sugito) selaku Irjen Kemendes, JBP (Jarot Budi Prabowo) eselon 3 Kemendes, RS (Rochmadi Saptogiri) eselon 1 di BPK, dan ALS (Ali Sadli) auditor BPK," kata Syarif pula.
(T.R021/B014)
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017