Jakarta (ANTARA News) - Pelaku pesekusi (tindakan memburu seseorang atau kelompok tertentu secara sewenang-wenang dan sistematis) ternyata bisa dijerat dengan pasal pidana (KUHP) maupun UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Teuku Nasrullah, menjelaskan jerat hukuman itu tergantung sejauh mana tindakan yang sudah dilakukan pelaku, apakah membalas dengan mencaci di media sosial atau melakukan pengancaman hingga penganiayaaan.
"Misal, saya hina Anda di media sosial karena saya tidak terima dengan pendapat Anda. Maka saya dijerat dengan UU ITE," kata Nasrullah saat dihubungi melalui sambungan telepon di Jakarta, Senin.
"Namun apabila Anda, atau pendukung Anda merasa tidak suka atas hinaan saya lalu mengancam saya, maka itu akan dijerat dengan KUHP," jelas Nasrullah.
Nasrullah menjelaskan, pelaku yang mengancam melalui media sosial tidak dijerat dengan UU ITE, melainkan dengan KUHP karena tindakannya sudah mengancam.
"Jika pelaku kemudian mengancam meskipun melalui media sosial, ancaman pidananya tidak dari UU ITE tapi KUHP, asalkan ada ancaman ingin menyiksa, menyakiti, dan sebagainya," jelasnya. "Kalau memposting bahasa mencela sebagai balasan tapi tidak mengancam dan menganiaya, itu dijerat UU ITE."
Pakar hukum sekaligus mantan hakim, Asep Iwan Irawan, juga menyatakan bahwa pelaku persekusi bisa dijerat dengan UU ITE.
Menurutnya, kunci untuk menangani masalah persekusi di Indonesia ada di puncak penegak hukum yang harus tegas memburu para pelaku agar menimbulkan efek jera.
"Walaupun tak ada penganiayaan bisa dijerat dengan UU ITE," kata Asep Iwan Irawan melalui sambungan telepon, Senin.
"Persekusi sudah lama terjadi, sejak dahulu. Namun saat ini lebih banyak terkait isu keagaamaan dan sikap tidak menerima perbedaan pendapat," katanya "Untuk itu, penegak hukum harus jelas menyapu pelakunya. Pasti bisa, kenapa tidak bisa?"
Sebagai informasi, pelaku persekusi diancam Pasal 368 KUHP tentang pengancaman dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
Sedangkan dalam UU ITE, pelaku persekusi bisa dijerat sesuai UU No 19/2016 tentang Perubahan atas UU ITE No 11/2008, yaitu melakukan tindakan mengancam dan menakut-nakuti pada pribadi dapat dikenai hukuman maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda maksimal satu miliar rupiah.
Selain itu, Nasrullah mengatakan pemerintah bersama penegak hukum harus membangun posko pengaduan guna menindaklajuti laporan masyarakat terkait bully, hatespeech hingga persekusi di media sosial.
"Hukum harus menjadi alat yang mengubah perilaku sosial. Negara perlu membuka posko untuk melindungi siapapun yang merasa dihina, dinista hingga dibully dengan ITE," katanya.
"Dan penegak hukum harus bergerak menindaklanjuti laporan itu. Namun posko itu hanya menangani kasus antar masyarakat bukan menekan lawan politik," pungkas dia.
Pewarta: Alviansyah P
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017