Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan setuju dengan usulan pembentukan Daerah Pemilihan Luar Negeri, karena jumlah pemilihnya sangat banyak sehingga harus dibuatkan dapil tersendiri, yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu.
"Wajar saja ada usulan itu karena jumlah pemilih di luar negeri cukup banyak, sekarang pemilih luar negeri dimasukkan di Dapil DKI Jakarta sehingga kalau ada Dapil Luar Negeri wajar saja," kata Fadli di Gedung Nusantara III, Jakarta, Senin.
Namun Fadli mengingatkan meskipun ada Dapil Luar Negeri namun calon anggota legislatif yang maju dalam Pemilu Legislatif harus berdomisili di Indonesia dan Warga Negara Indonesia.
Menurut dia, bisa saja para diaspora Indonesia di luar negeri mencalonkan diri menjadi calon legislatif namun harus memperhatikan syarat-syarat tersebut.
"Calon legislatif yang maju dari Dapil Luar Negeri harus domisili di dalam negeri dan WNI, karena ada diaspora Indonesia di luar negeri," ujarnya.
Selain itu terkait penambahan 15 anggota DPR, menurut Fadli merupakan hal yang wajar karena jumlah penduduk yang bertambah dan adanya kesenjangan representasi suara antara Pulau Jawa dengan di luar Pulau Jawa.
Menurut dia, penambahan jumlah anggota DPR dengan basis jumlah penduduk seperti yang diputuskan Pansus Pemilu dengan pemerintah, sudah tepat karena beberapa negara menerapkan cara yang sama,
"Penduduk Indonesia sebanyak 250 juta ada perwakilan 560 anggota DPR, nanti ditambah 15 maka hal itu wajar," katanya.
Sebelumnya, Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu kemungkinan akan membuat Daerah Pemilihan Luar Negeri, karena adanya beberapa persoalan kepemiluan seperti tersebarnya Warga Negara Indonesia di banyak negara tidak merata.
"Di dalam rapat tim perumus, persoalan ini dilakukan pembahasan dan ditemukan beberapa persoalan berkenaan dengan kemungkinan adanya dapil Luar Negeri," kata Ketua Pansus Pemilu Lukman Edy di Jakarta, Senin (5/6).
Lukman menjelaskan kemungkinan adanya Dapil luar negeri itu disebabkan, pertama terkait teritori, keberadaan WNI di luar negeri tersebar di banyak negara dengan tidak merata.
Menurut dia persebaran itu ada di suatu negara dengan jumlah yang banyak sekali dan ada juga di negara lain yang jumlahnya hanya segelintir.
"Kedua, selama ini, tingkat partisipasi politik warga diaspora sangat rendah yaitu sekitar 30 persen. Selain disebabkan diaspora tidak permanen, sering berkurang dan bertambah, akibat mobilitas yang dinamis dalam waktu singkat," ujarnya.
Ketiga menurut dia, persoalan eksistensi penyelenggara Pemilu yang ad hoc tidak permanen, karena ada kesulitan tersendiri dengan eksistensi penyelenggara pemilu di Luar Negeri.
Politisi PKB itu mencontohkan pertama, jumlah WNI di Luar Negeri sebanyak 4.381.144 harus dijadikan dasar perhitungan alokasi kursi di dapil karena menjadi keliru kalau jumlah sebanyak itu tidak di perhitungkan sama sekali.
Kedua, menurut dia, perlu dilakukan realokasi dapil di DKI Jakarta sehingga lebih rasional dan menjalankan azas proporsionalitas.
"Tim Perumus sudah memutuskan untuk tetap mengalokasikan suara di luar negeri berada di dapil DKI Jakarta khususnya Jakarta pusat dengan alasan administrasi WNI di Luar Negeri berada di kementerian Luar Negeri, Pejambon, Jakarta Pusat," ujarnta.
Ketiga menurut dia, dengan jumlah penduduk 4,4 juta, seharusnya dapil pemilih Luar Negeri berada, mereka menjadi mayoritas dan dominan, tidak hanya sebagai pelengkap.
Karena itu dia menjelaskan kemungkinan perubahan Dapil di DKI Jakarta, yaitu DKI Jakarta 1, terdiri Jakarta Timur bergabung dengan Jakarta selatan dengan jumlah alokasi 7 kursi.
Lalu DKI Jakarta 2, terdiri dari Luar Negeri dan Jakarta Pusat dengan jumlah alokasi 8 kursi, dan DKI Jakarta 3 terdiri dari Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu dengan jumlah alokasi 6 kursi.
"Sehingga jumlah total kursi DKI tetap 21 kursi tanpa penambahan, tetapi dilakukan realokasi sehingga keterwakilannya lebih merata, serta aspirasi Diaspora Indonesia terakomodir," kata Lukman.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017