Jakarta (ANTARA News) - Respons pertama Presiden Amerika Serikat terhadap serangan teror di London adalah berupa retweet dari sebuah laman berita yang dikenal pemburu sensasi dan partisan, ketimbang menjunjung reportase yang akurat. Serentak retweet Trump ini dikecam karena tidak sensitif terhadap korban teror.
Cuitan kedua Trump malah lebih parah lagi. Via Twitter dia bilang, "Kita mesti cerdas, tegas dan keras. Kita butuh pengadilan yang mengembalikan hak-hak kita. Kita butuh Travel Ban (larangan berkunjung) sebagai level keselamatan ekstra."
Cuitan ini kontan memicu kritik dari banyak kalangan karena dianggap memanfaatkan penderitaan orang lain untuk mempromosikan kebijakannya sendiri.
Daniel Drezner, profesor politik pada Fletcher School of Law and Diplomacy, Universitas Tufts, menyebut sang presiden sebagai "pelacur yang menduduki kekuasaan yang tidak dimengertinya."
John Horgan, psikolog dan pakar teroris pada Georgia State University, menyebut Trump pemimpin oportunis (Opportunist-in-Chief).
Setelah muncul kecaman dan kritik, Trump lalu memposting cuitan yang lebih simpatik, "Apa pun yang dapat dilakukan Amerika Serikat untuk membantu London dan Inggris. KAMI BERSAMA KALIAN. TUHAN MEMBERKATI!â€
Setelah cuitan ketiga, Wakil Presiden Mike Pence menimpali "doa kami bersama para korban.†Sedangkan Ketua DPR dari Partai Republik, Paul Ryan, berkata, "Kita berdiri tegak bersama dengan sahabat-sahabat kita di London dan teriring doa untuk para korban. Teror dan kebencian tidak akan pernah menang."
Pesan relatif sama disampaikan Chuck Schumer, ketua faksi Demokrat di Senat, yang juga mendoakan para korban teror di London itu, demikian laman The Guardian.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017