Jakarta (Antara) – Pemuda menjadi kunci dalam perkembangan jaman yang begitu cepat. Demikian diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani saat menyampaikan Keynote Speech di depan para pemuda, menteri, pengamat, UNESCO, penggiat sosial dan aktivitas pemuda dari 40 negara dalam forum bertema, “Peran Pemuda dan Kebudayaan dalam Membentuk Masa Depan yang Damai dan Berkelanjutan” di Jeju Forum for Peace and Prosperity 2017 di Jeju, Korea Selatan.

Menurut Menko PMK, saat ini peradaban dunia telah mengalami berbagai gelombang revolusi. Mulai dari abad kuno, abad pertengahan, abad modern, revolusi ilmiah, revolusi industri, dan saat ini telah berlangsung revolusi dibidang teknologi yang sering disebut Triple-T Revolution (Transportation, Telecommunication, and Tourism). Dunia membutuhkan energi dinamis dari pemuda yang diharapkan dapat menjadi gelombang perubahan dunia yang lebih baik.


“Sudah saatnya bagi pemuda, generasi baru dunia, untuk menyalurkan energinya untuk melakukan revolusi peradaban baru, yang mencari hidup baru yang lebih layak daripada yang sebelumnya, revolusi untuk menempatkan martabat manusia sebagai tujuan, revolusi "Dignity of Man", revolusi peradaban yang bermartabat seperti yang digagas oleh Founding Father Indonesia, Bung Karno pada tahun 1960,” ujar Menko PMK Puan Maharani.


Lebih lanjut dikatakan, energi pemuda untuk membangun peradaban dunia yang maju dan bermartabat, dapat dilandasi dengan prinsip-prinsip yang terdapat di dalam Pancasila. Prinsip-prinsip itu memiliki nilai-nilai universal yang dapat digunakan secara Internasional termasuk di dalam membangun perdamaian dunia.


“Panca berarti lima, Sila berarti prinsip-prinsip dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jadi Pancasila adalah lima prinsip dasar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Inti sari dari lima prinsip tersebut, dalam bahasa Indonesia disebut gotong-royong atau padanan dalam Bahasa Inggris yang mendekati adalah collaboration,” tegasnya. Menko PMK juga menyampaikan pengalaman Indonesia dengan masyarakat yang beragam (lebih dari 700 suku), mampu bersatu di bawah naungan ideologi bangsa dan negara yaitu Pancasila.


Gotong-royong jelasnya, merupakan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan bersama, amal semua buat kepentingan semua. “Tidak ada amal yang terlalu kecil atau pun amal yang terlalu besar, semua memiliki peran dan kerja buat kepentingan semua,” ungkapnya.


Gotong-royong, jelasnya juga sebuah persaudaraan dan kekeluargaan. Dengan dilandasi semangat gotong-royong tersebut, maka pemuda memiliki visi yang sama dalam memperjuangkan dan membangun peradaban dunia yang maju dan bermartabat. “Hidup dalam persaudaraan dan tanpa adanya eksploitasi antar kelompok, antar masyarakat, antar bangsa, dan antar negara. Setiap yang mengandung unsur eksploitasi, tidak akan dapat berdampingan dengan perdamaian,” pungkasnya.


Jeju Forum for Peace and Prosperity dimulai sejak tahun 2001 dan diorganisir oleh Jeju Development Institute. Forum ini dihadiri delegasi lebih dari 70 negara yang terdiri dari politisi, birokrat, diplomat, akademisi, wirausaha, dan para wartawan serta perwakilan lembaga Internasional.


Terdapat 71 sesi pertemuan dalam forum tersebut. Dalam Keynote Speech bertema, “Peran Pemuda dan Kebudayaan dalam Membentuk Masa Depan yang Damai dan Berkelanjutan,” turut hadir Chairman of the Executive Committee and President of the Jeju Peace Institute, SUH Chung Ha, Chairman of the Organizing Committee of Jeju Forum for Peace and Prosperity, Won Heeryong, the Director General of the UNESCO Asia-Pacific Centre of Education, Executive Director of El Sistema Eduardo Mendez serta Perwakilan Pemerintah Provinsi Jeju dan Kementerian Luar Negeri Republik Korea.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2017