Surabaya (ANTARA News) - Sekolah di Indonesia, terutama Sekolah Dasar (SD), sangat menghambat kreatifitas anak. "Banyak anak Indonesia yang menjuarai olimpiade, tapi pintar belum tentu kreatif," ujar psikolog pendidikan, Satiningsih S.Psi MSi di Surabaya, Sabtu. Ia mengemukakan hal itu dalam seminar komite sekolah SD Khadijah Surabaya bertajuk "Menumbuhkan Bakat dan Minat Anak dalam Fondasi Islam." Menurut dosen Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Surabaya itu, ukuran pintar adalah nilai, sedangkan ukuran kreatif tak dapat dinilai. "Masalahnya, sekolah di Indonesia menggunakan ukuran nilai, banyak menghafal, dan serba seragam, sehingga kreatifitas anak justru dihambat," tegasnya. Alumnus S-1 Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu mencontohkan anak yang nilainya hanya 70 atau lebih kecil mungkin saja tidak pintar, tapi mungkin kreatif. "Orangtua justru bangga dengan anaknya yang memiliki nilai 80, 90, atau 100, tapi kalau nilainya di bawah itu sering dimarahi, padahal sikap kurang benar," ucapnya. Pegiat LSM yang membantu anak-anak jalanan di Surabaya itu mengaku anak yang dikatakan orangtuanya tidak pintar itu tetap memiliki kemungkinan untuk sukses. "Anak yang kreatif itu sangat mungkin akan sukses bila bakatnya dikembangkan sejak TK (taman kanak-kanak) atau SD (sekolah dasar)," paparnya. Alumnus S-2 Universitas Tujuhbelas Agustus 1945 (Untag) Surabaya itu mengimbau para orangtua untuk mendorong kreatifitas anaknya dan bukan justru memarahi. "Kalau ada anak yang suka menyanyi, menggambar atau mahir membaca Al-Qur`an secara tartil, maka hal itu harus didorong terus oleh orangtua, baik dengan kursus atau bimbingan di rumahnya," tegasnya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007