New York (ANTARA News) - Kasus perbudakan termasuk penyekapan dan penyiksaan yang dialami oleh dua warga negara Indonesia, Samirah dan Enung, dan diduga dilakukan oleh majikan mereka yang berkewarganegaraan Amerika Serikat, dalam sepekan ini menyita perhatian media massa AS. Sang majikan yang multijutawan, pasangan isteri-suami Varsha Mahendar Sabhnani (45) dan Mahender Murlidhar Sabhnani (51) saat ini menghadapi tuntutan di pengadilan federal di Long Island, New York. Keduanya sempat mendekam di penjara Nassau County untuk beberapa hari, namun kemudian dikenakan tahanan rumah dengan uang jaminan 2,5 juta dolar AS (Rp22,045 miliar) bagi Varsha dan 1 juta dolar (Rp8,8 miliar) bagi Mahender. Penghargaan diungkapkan banyak pihak kepada Adrian Mohammed (26), manajer restoran Dunkin` Donuts cabang Syosset, Nassau County, Long Island, New York, sosok yang pertama kali mengungkap kasus tersebut. Tak heran manajer asal Jamaika, yang baru bertugas di Dunkin` Donuts-Syosset selama tiga bulan itu menjadi sorotan luas media massa AS karena kebaikan hati dan kecepatannya memberikan laporan kepada polisi tentang kondisi Samirah. Kepada ANTARA News, Adrian mengaku bahwa sejak kasus penyekapan Samirah terungkap pada hari Minggu (13/5) lalu, ia sontak menjadi pesohor dan sibuk menerima permintaan wawancara dari kalangan pers, antara lain stasiun televisi Channel 4, Channel 5, Channel 7, Channel 9, Channel 10, Channel 11, koran New York Post, Daily News, Times, dan masih banyak lagi. Tak hanya itu, ujarnya, banyak pengunjung yang mendatangi restoran tempatnya bekerja untuk sekedar menyampaikan penghargaan atas apa yang telah dilakukannya pada hari Minggu. Pernyataan Adrian tersebut langsung terbukti. Seorang perempuan setengah baya berbaju pink tiba-tiba menginterupsi wawancara yang sedang berlangsung antara Adrian dengan ANTARA News. "Maaf, saya mengganggu. Saya hanya ingin menyampaikan terima kasih kepada Anda. Apa yang telah Anda lakukan adalah sesuatu yang baik. Hati saya sangat tersentuh dengan apa yang Anda lakukan," katanya kepada Adrian. Perempuan tersebut kemudian menyebutkan namanya sebagai Phyllis Danzig, warga yang tinggal di kompleks yang sama dengan pasangan Varsha-Mahender di Muttontown, kawasan elit di dekat Syosset, Nassau County. Danzig mengaku mendapat kabar tentang penyekapan Samirah dan Enung dari temannya yang sama-sama bekerja di Lung Cancer Support Group di Nassau County. Untuk ukuran jaman kini, apalagi di New York, demikian anggapan Danzig, kebaikan yang dilakukan Adrian sangat jarang terjadi. "Orang-orang biasanya justru mengusir mereka yang terlantar atau kelihatan tidak punya apa-apa karena dianggap mengganggu," katanya. Mondar-mandir Menurut cerita Adrian, pada Minggu pagi sekitar pukul 06.00, hujan, seorang perempuan berusia 50 atau 60 tahun dan berambut putih --yang kemudian diketahui sebagai Samirah-- terlihat mondar mandir di depan Dunkin` Donuts tempatnya bekerja. Karena merasa kasihan, Adrian kemudian mengajak Samirah masuk ke restorannya serta menyuguhkan kopi, bagel dan donat. Akan tetapi "Makanan itu hampir tidak disetuh, wanita ini hanya minum beberapa seruput kopi". Ia juga mengambil jaket berukuran besar miliknya dan mengenakannya di pundak Samirah karena khawatir perempuan tersebut kedinginan. "Waktu datang ke sini, ia hanya memakai celana panjang dan atasan yang minim. Wanita itu juga membawa dua kantong plastik, mukanya terlihat bingung," kata Adrian. Ketika mencoba berkomunikasi dengan Samirah, Adrian merasa kesulitan, karena Samirah tidak berbicara Bahasa Inggris maupun Spanyol --Adrian sempat mengira Samirah berasal dari salah satu negara Amerika Latin. Ketika ditanya di mana bertempat tinggal, Samirah tidak menjawab. Ia hanya menjawab `master` (majikan, red) dan melakukan gerakan seperti menampar-nampar wajahnya sendiri. Samirah juga memperlihatkan beberapa anggota badannya yang penuh dengan bekas luka, termasuk besetan pisau di telinga, kulit yang melepuh karena air mendidih di lengan, serta sebagian daerah rambut di kepala yang rontok seperti bekas terkena air mendidih, tutur Adrian. "Wanita ini juga melakukan gerakan di lengannya seolah-olah kulitnya sedang dicubiti," tambahnya. Ketika ditanya ke mana tujuannya, Samirah mengeluarkan paspor Indonesia miliknya dan menjawab "I want to go home`. "Itu satu-satunya kalimat Bahasa Inggris yang dia ucapkan. Ini membuat hati saya tercabik. Jangan-jangan kalimat itu sudah dia hapalkan cukup lama untuk disampaikan kepada orang yang mau mendengarkan permintaanya," kata Adrian. Mendengar hal itu, ia mengatakan merasa kasihan dan kemudian memberikan uang 20 dolar AS dan seorang pegawai Dunkin` lainya juga memberikan uang 7-8 dolar. "Tapi wanita ini sangat rendah hati, dia tadinya menolak untuk menerima uang. Tapi saya memaksa. Akhirnya dia menerima uang tersebut dan kemudian mulai menangis sambil mengucapkan terima kasih". Setelah melihat kondisi Samirah, Adrian kemudian memutuskan untuk mengontak 911 dan dalam waktu lima menit, polisi mendatangi restorannya. Lima menit setelah polisi datang, mobil ambulans juga tiba. "Setelah mereka mencoba berkomunikasi dengan wanita ini dan memeriksa luka-luka di tubuhnya, kemudian ambulans membawanya ke rumah sakit. Prosesnya hanya 25 menit. Itu terakhir kalinya saya bertemu dengan wanita ini," kata Adrian. Samirah kemudian dibawa ke Nassau University Medical Center. Pada hari yang sama, polisi juga mengadakan penggeledahan terhadap kediaman pasangan Sabhnani di Muttontown --sekitar 1,2 kilometer dari Dunkin` Donuts, Syosset--- dan menemukan Enung yang sedang bersembunyi di dalam lemari menuju ruang bawah tanah. Keesokan harinya, Senin (14/5), pihak berwenang menahan Varsha dan Mahender dengan tuduhan melakukan perbudakan dan mempekerjakan Samirah dan Enung `dengan menggunakan ancaman atau menyakiti secara fisik` serta melarang kedua pembantu rumah tangganya itu ke luar rumah. Menurut dokumen pengadilan yang dikeluarkan kantor kejaksaan federal, salah satu dari dua perempuan Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di keluarga Sabhnani mengalami pemukulan dengan tongkat, telinganya dibeset dengan pisau, dan pada suatu ketika dipaksa untuk memakan `25 cabai yang sangat pedas`. Pihak berwenang seperti yang dilaporkan media massa AS, juga mengungkapkan bahwa kedua perempuan Indonesia mengalami pemukulan, disiram dengan air panas, dipaksa naik dan turun tangga sebagai hukuman, serta dipaksa mandi selama 30 kali dalam waktu tiga jam. Harus Dipenjara Aldrian, suami seorang perawat dan ayah dua anak, menyadari bahwa hari-hari terakhir ini ia menjadi pusat perhatian. "Anak-anak saya yang masih kecil berteriak `Ada ayah di TV, ada ayah di TV`" katanya sambil tertawa. Ia mengaku merasa senang dengan perhatian yang diberikan banyak pihak karena dengan demikian, ia secara tidak langsung mengingatkan banyak orang untuk tidak segan-segan melakukan sesuatu yang baik bagi orang lain yang membutuhkan. "Tapi saya berharap kedua wanita ini mendapat lebih banyak perhatian. Saya berterima kasih kepada Tuhan karena mereka menemukan kedua wanita ini. Semoga keduanya bisa kembali hidup normal seperti yang lainnya," kata pria kelahiran Jamaika yang sudah bekerja di jaringan Dunkin` Donuts selama tiga tahun itu. Tentang suami isteri yang menjadi majikan Samirah dan Enung, Adrian menyatakan harapannya agar mereka dipenjara untuk waktu yang lama serta mendapatkan hukuman mengerjakan pekerjaan buruh. Dengan demikian, ujarnya, pasangan tersebut akan menyadari apa yang telah mereka lakukan terhadap dua perempuan WNI yang menjadi pembantu rumah tangga mereka. "Mereka memang harus dipenjara. Tidak ada manusia yang boleh diperlakukan seperti binatang, ini (Samirah dan Enung, red) bahkan lebih buruk dari binatang. Binatang saja tidak diperlakukan seperti ini," tambahnya. Aldrian mengatakan dirinya berkeiginan untuk mengetahui kondisi Samirah dan Enung setelah persidangan. "Kalau bertemu keduanya, tolong sampaikan bahwa kami semua di sini berdoa buat mereka, semoga segalanya berjalan baik bagi mereka," katanya. Ia juga menyatakan kesiapannya jika harus dipanggil sebagai saksi dalam persidangan untuk memaparkan kondisi Samirah seperti yang ia lihat pada hari Minggu lalu. "Kalau saya bisa membantu wanita itu, saya akan melakukannya. Saya bukan orang kaya. Tapi untuk menolong wanita ini, kenapa tidak, hanya perlu menghabiskan waktu lima menit dari hidup saya." (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007