Jakarta (ANTARA News) - Sambil membenarkan maskernya, Adi Wijaya mengaduk nasi dengan kayu panjang di dalam kuali besar. Sesekali dia memegang satu-dua butir nasi untuk memastikan bahwa nasi sudah matang.
Di sudut lain, Maison sedang sibuk memotong kentang, sambil mengingatkan temannya untuk mengecek sayur nangka.
Hari itu menu yang dipersiapkan Masjid Istiqlal untuk berbuka puasa adalah ayam goreng serundeng, tahu balado dan sayur nangka.
Dapur yang semi terbuka itu berada dekat dengan pintu yang mengarah ke Jl. Ir. Juanda. Berukuran cukup luas, dapur Koperasi Karyawan dan Jamaah Masjid Istiqlal tersebut dipenuhi bak yang biasa digunakan untuk perlengkapan mandi atau pun perlengkapan mencuci baju.
Di dalam bak berwarna merah terdapat ayam yang sudah diungkep. Begitu pula dengan bak warna biru di mana ayam ungkep siap menuju wajan berukuran jumbo untuk digoreng.
Lima wajan jumbo berjajar di salah satu sisi. Satu wajan berisi cabai, tomat dan bawang, dua wajan berisi minyak panas untuk menggoreng ayam serundeng, satu wajan berisi sayur nangka, dan satu lagi berisi tahu balado.
Dari balik kuali nasi, Adi Wijaya yang akrab disapa Abas menjawab pertanyaan ANTARA News sambil membuka masker yang dia kenakan. "Ayamnya 250 ekor, berasnya 100kg untuk 1000 porsi," ujar dia.
Kegiatan memasak di dapur Masjid Istiqlal, menurut Abas, dimulai sejak pukul 08.00 WIB. "Habis Dzuhur selesai, setelah itu di-packing," kata Abas.
Para juru masak yang berjumlah empat orang dibantu oleh dua orang lagi yang bertugas membersihkan alat masak.
Para juru masak mulai memasak setelah mendapat bahan makanan yang telah dipesan di hari sebelumnya. "Ada kiriman, tapi saya yang mencatat perlunya apa saja nanti dibelanjakan," ujar Maison.
Masakan yang sudah matang kemudian dibawa ke ruangan yang terletak di sebelah dapur. Di dalam ruangan tersebut terdapat enam orang yang siap memasukkan lauk pauk kedalam kantong plastik bening.
Ada pula yang bertugas mencetak nasi dengan mangkok plastik untuk kemudian dibungkus plastik seperti bentuk nasi di restoran ayam goreng cepat saji.
Ada pula yang bertugas menata kotak nasi untuk diisi nasi, sayur, beserta lauk pauk. Tidak hanya itu, di samping tumpukan kotak nasi yang masih kosong nampak tumpukan pisang dan kurma yang dibungkus dalam plastik kecil yang masing-masing berisi tiga butir. Di sebelahnya juga terdapat air mineral dalam kemasan gelas.
"Jam setengah empat biasanya sudah selesai, kemudian dikirim ke masjid," ujar Mauji sambil menata kotak nasi.
Program tahunan
Berbagi takjil di bulan Ramadan, menurut Kepala Protokol dan Pelayanan Wisata Masjid Istiqlal, Abu Hurairah Abdulsalam, sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun.
"Dari hari Senin sampai Kamis, kami menyiapkan 3.000 sampai dengan 3.500 nasi box yang di dalamnya sudah ada buah-buahan, kurma 3 biji, air minum dan nasi serta lauknya," kata dia kepada ANTARA News.
"Untuk akhir pekan, pada hari Jumat, Sabtu dan Ahad, karena animo masyarakat yang datang ke Masjid Istiqlal besar sekali kami menyiapkan sampai 4.000 sampai 5.000, begitulah setiap harinya," sambung dia.
Pengadaan takjil di Masjid Istiqlal tahun ini menunjuk tiga rumah makan. Salah satu diantaranya Koperasi Karyawan dan Jamaah Masjid Istiqlal yang menyediakan 700 sampai 1000 nasi box per harinya.
"Dana untuk program amaliyah Ramadan di Masjid Istiqlal ini mungkin sangat besar dibanding dengan masjid lain di Ibu Kota. Kalau saja 1 box nasi dihitung Rp20.000 atau Rp25.000 berarti kami dalam sebulan wajib memiliki dana sebesar Rp2 miliar lebih hampi Rp3 miliar," ujar Abu Hurairah.
"Dan, Alhamdulilah tahun ini dana-dana itu semua berasal dari masyarakat, swadaya masyarakat. Dari masayarakat untuk masyarakat," lanjut dia.
Lebih lanjut, Abu Hurairah mengatakan bahwa dana tersebut didapatkan dari instansi pemerintah, dari swasta, dari bank-bank BUMN, dari bank-bank swasta, ada juga dari perorangan.
Panitia juga menyediakan tromol khusus untuk takjil, sehingga masyarakat yang tidak sempat ke counter zakat untuk menyalurkan uang takjil, mereka dapat memasukkan uang ke tromol-tromol yang bertuliskan tromol takjil.
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017