Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPP APTRI) HM Arum Sabil menyatakan optimistis para petani tebu dapat menjadi teladan dalam ketaatan membayar pajak.
"Petani tebu siap menjadi teladan dalam ketaatan membayar pajak," kata Arum dalam keterangan persnya usai pertemuan dengan perwakilan petani tebu seluruh Indonesia dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu.
Materi utama pertemuan perwakilan petani tebu yang tergabung dalam APTRI dengan Menteri Keuangan yang didampingi jajaran pejabat Kementerian Keuangan dan Bea Cukai itu adalah tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Gula Petani.
Menurut Ketua Umum Dewan Pembina DPP APTRI, para petani bahkan siap ikut berperan menjadi bagian dan berjuang bersama negara dalam melakukan pembangunan ekonomi di sektor pertanian.
Ia juga menyampaikan kepada Menteri Keuangan bahwa Menteri Perdagangan telah menetapkan aturan harga jual gula petani tebu tidak boleh lebih dari Rp11.000 per kilogram.
Dalam kaitan ini, kalau harga gula petani dibuat maksimal sesuai Surat Menteri Perdagangan Rp11.000/kg dan masih harus membayar PPN 10 persen, berarti nilai harga gula petani yang diterima adalah Rp11.000/kg - PPN 10 persen = Rp 9.900/kg.
Di sisi lain, produktifitas tanaman tebu petani rata-rata 75 ton per hektar dan rendemen petani biasanya rata-rata hanya sekitar 7 persen hingga 7,5 persen, sehingga biaya produksi gula mencapai di atas Rp 10.000/kg.
Arum juga menegaskan, andaikata produktivitas tanaman tebu bisa mencapai rata-rata 100 ton per hektar dengan rendemen 10 persen, maka biaya produksi gula bisa berada dibawah Rp 7000/kg.
"Kalau ini bisa terwujud, para petani tebu pasti dengan semangat dan keikhlasan hati akan menjadi pelopor dalam ketaatan membayar pajak," tegasnya.
Mereka, lanjutnya, juga tidak akan takut bersaing dengan gula impor, karena dengan produktifitas tanaman tebu 100 ton per hektar dan rendemen rata-rata 10 persen, para petani bukan hanya meraih swasembada gula, tetapi juga memiliki daya saing.
Ketua Umum Dewan Pembina DPP APTRI juga menguraikan secara rinci bahwa petani tebu sebenarnya bisa dan mudah menanam tebu dengan hasil 100 ton per hektar dan kualitas tebu setara dengan rendemen 10 persen.
Namun untuk bisa mencapai hasil seperti itu banyak kendala di luar jangkauan kemampuan petani, antara lain masalah modal usaha, keterbatasan alokasi pupuk bersubsidi, dan aturan batasan penggunaan pupuk bersubsidi yang tidak boleh lebih dari dua hektar.
Kendala lain adalah tidak tersedianya kecukupan bibit tebu dengan varietas unggul, minimnya alat mekanisasi, debit air dan insfrastruktur irigasi yang sudah rapuh, kondisi pabrik gula yang sudah harus direvitalisasi serta kacaunya aturan ijin gula impor yang penuh konflik kepentingan.
Arum lebih lanjut mengharapkan Menteri Kuangan, Menteri Pertanian, dan Menteri BUMN secara bersama-sama memberikan dorongan kepada Menteri Perdagangan agar mengubah aturan batasan harga eceran tertinggi di tingkat konsumen.
Dalam kesimpulan uraiannya, Ketua Umum Dewan Pembina DPP APTRI meminta kearifan dan kebijakan Menteri Keuangan agar PPN Gula Tani dikenakan Rp0 (nol rupiah).
Menanggapi masukan tersebut Menteri Keuangan menegaskan bahwa apabila petani merugi, maka gula petani tidak dikenakan PPN.
Terkait dengan pengenaan tarif Rp 0 dan segala persoalaan yang disampaikan dalam forum silaturahim tersebut, Menteri Keuangan meminta agar masukan dan usulan itu dituangkan dalam surat resmi.
Sementara itu terkait masalah pengenaan PPN Gula Petani, Menteri Keuangan menegaskan agar para petani tebu tidak usah risau serta meminta mereka tetap melakukan aktivitas menanam tebu dan menjual gula sebagaimana biasanya.
Ia juga menegaskan, petani tebu yang pendapatannya di bawah Rp 50.000.000 (lima puluh juta) per tahun tidak dikenakan pajak.
Pewarta: Libertina Widyamurti Ambari
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017