Jakarta (ANTARA News) - KPK tidak pernah memberikan izin kepada Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah untuk membesuk auditor utama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rochmadi Saptogiri yang ditahan di rumah tahanan Polres Jakarta Timur pada Senin (29/5).
"KPK tidak pernah memberikan izin dan menerima permintaan izin untuk membesuk ke rutan Polres Jakarta Timur, apalagi yang bersangkutan baru ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka 1 hari sebelumnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.
Fahri mendatangi Polres Jakarta Timur di Jalan Matraman Raya, Jatinegara pada sekitar pukul 16.40 WIB pada Senin (29/5). Ia menemui Kapolres Jaktim Kombes Andry Wibowo dan di sela-sela pertemuan itu, Fahri sempat menjenguk Rochmadi yang baru menghuni rutan tersebut pada Sabtu (27/5).
"Kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, kami minta untuk hati-hati menggunakan kewenangan itu. Jangan sampai mencampuri urusan hukum yang berjalan. Itu imbauan kami," tambah Febri.
Ia pun berharap agar pimpinan rutan yang bekerja sama dengan KPK benar-benar menegakkan aturan yang berlaku termasuk aturan mengenai pembesukan tahanan.
"Kami memang menitipkan tahanan di beberapa rutan yang dikelola kepolisian. Kami harap kerja sama KPK dan kepolisian dalam hal ini terus dijaga dan pimpinan yang mengelola rutan juga bisa membatasi tahanan KPK dalam berinteraksi dengan pihak lain kecuali kalau sudah sesuai aturan," tegas Febri.
Dalam pertemuan itu, Fahri mengaku Rochmadi curhat mengenai penangkapannya tersebut.
"Iya (dia) curhat, karena dia merasa tidak tahu-menahu dengan uang yang dibawa itu dan rupanya jumlahnya hanya Rp40 juta," kata Fahri pada Senin.
Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri dan Irjen Kemendes PDTT Sugito pada Jumat (26/5), KPK menyita Rp40 juta sebagai bagian komitmen suap Rp240 juta untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap anggaran Kemendes PDTT tahun 2016.
Di ruangan Rochmadi juga ditemukan uang Rp1,145 miliar dan 3.000 dolar AS yang belum diketahui kaitannya dengan kasus tersebut.
"Kalau uang beliau yang Rp1 miliar itu adalah, uang dalam brangkas milik beliau yang katanya masih ditutup amplop dari gaji dan tunjangan. Jadi Rp1 miliar itu di amplop adalah gaji dan tunjangan yang dikumpulkan sejak 2001 karena tidak semua uangnya dibawa ke rumah," tambah Fahri.
Fahri mengaku bahwa ia mengenal Rochmadi sebagai orang yang sederhana.
"Saya tahu beliau orangnya sederhana, kebetulan dulu pernah kenalan, jadi uang itu adalah uang yang tidak dibawa pulang ke rumah dan ditaruh di brankas kantornya. Brankas di kantornya lebih aman rupanya, saya kira itu saja," ungkap Fahri.
KPK menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini yaitu sebagai pemberi suap adalah Irjen Kemendes PDTT Sugito dan pejabat eselon 3 Kemendes Jarot Budi Prabowo yang disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak penerima suap adalah auditor utama keuangan negara III BPK Rochmadi Saptogiri yang merupakan pejabat eselon 1 dan auditor BPK Ali Sadli.
Keduanya disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 atau 5 ayat 2 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Saat ini Sugito dan Jarot ditahan di rutan Polres Metro Jakarta Pusat, Rochadi ditahan di rutan Polres Metro Jakarta Timur dan Ali ditahan rutan KPK di Guntur.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017