Agalawatte (ANTARA News) - Tanah longsor dan banjir di Sri Lanka menewaskan sedikit-dikitnya 151 orang, selain negara itu juga menghadapi peningkatan ancaman longsoran lumpur akibat hujan lebat terus turun, kata pejabat setempat pada Minggu.
Lebih dari 100 orang dinyatakan masih hilang setelah hujan deras terburuk di negara itu sejak 2003.
Badan Penelitian Bangunan Nasional kelolaan negara memperingatkan penduduk di tujuh dari 25 distrik di negara tersebut mengungsi dari lereng tidak stabil jika hujan berlanjut 24 jam ke depan.
Departemen Meteorologi memperingatkan akan hujan lebat di Sri Lanka Tengah dalam 36 jam ke depan.
"Jumlah korban tewas meningkat menjadi 151, sementara 111 orang masih dilaporkan hilang dan 95 terluka," kata lembaga Pusat Manajemen Bencana, yang dikelola negara.
Hampir 500.000 orang terkena dampak bencana tersebut, yang merupakan bencana terburuk sejak tsunami menghantam pada 2004 silam. Hujan deras telah memaksa lebih dari 100.000 warga Sri Lanka mengungsi.
Warga di daerah Agalawatte, 74 kilometer dari ibu kota Kolombo, mengatakan bahwa mereka telah kehilangan harapan karena air akan segera meluap.
"Semua akses ke desa kami terputus, sebuah tanah longsor melanda desa dan menguburkan beberapa rumah. Namun tidak ada yang dapat pergi ke tempat itu," kata Mohomed Abdulla (46) kepada Reuters di Agalawatte, kota di pesisir barat Kalutara, tempat 47 orang tewas dan 62 lagi hilang.
Upaya penyelamatan sedang dilakukan namun terhambat oleh kurangnya pasokan air minum, listrik dan hujan yang terus turun.
Reuters menyaksikan beberapa orang tergeletak di lantai atas rumah mereka, dan beberapa rumah terendam banjir hingga atap.
Warga dan petugas bantuan dengan menggunakn kapal, menyalurkan makanan, air minum, dan barang bantuan lainnya.
Sri Lanka telah meminta bantuan internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara tetangga.
Beberapa daerah di wilayah pesisir selatan Galle, yang terkenal dikunjungi turis mancanegara, belum mendapat ketercukupan bahan bantuan karena kurangnya akses.
"Seluruh akses desa saya terputus dan tidak ada yang dapat datang ke desa ini," C.M Chandrapla (54), mengatakan kepada Reuters melalui telepon dari desa wisata Neluwa.
"Tidak ada persediaan untuk dua hari terakhir. Air telah melampaui bangunan bertingkat tiga dan orang-orang mencoba bertahan dengan berlari ke tempat yang lebih tinggi," tambahnya.
Militer dan regu penyelamat Sri Lanka telah mengerahkan kapal dan helikopter penyelamat, namun mereka mengatakan bahw aakses ke beberapa daerah sangat sulit di jangkau.
Juru bicara militer Roshan Senevirathne mengatakan bahwa lebih dari 2.000 anggota militer telah ditugaskan untuk membantu polisi dan badan sipil.
Waktu terbasah tahunan di Sri Lanka Selatan biasanya terjadi dari Mei hingga September.
Pejabat meteorologi Sri Lanka mengatakan bahwa bencana tersebut adalah yang terburuk sejak 2003 dan mereka memperkirakan lebih banyak hujan dalam beberapa hari mendatang.
(T.KR-AMQ/B002)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017