Kairo, Mesir (ANTARA News) - Marco Ayed Habib, remaja pria berusia 14 tahun yang duduk di kelas tiga sekolah persiapan, terlihat riang di mobil bak terbuka milik ayahnya bersama adiknya, Mina, dan beberapa pekerja lain.
Mereka bergerak menuju satu biara di jalan raya gurun di Provinsi Minya, Mesir Hulu.
Tak pernah terlintas di benak bocah lugu tersebut bahwa perjalanan itu akan berubah menjadi tragedi; ayahnya termasuk di antara 30 korban yang ditembak oleh pelaku teror pada Jumat (26/5). Marco selamat dan menjadi saksi meskipun ia tak bisa menahan air mata mengalir saat ia menceritakan peristiwa nahas yang menimpa dia, ayahnya dan adiknya.
"Dua pria menghentikan mobil kami untuk ikut di jalan raya gurun. Di luar biara sebelum kami turun, mereka menghadapi kami, meminta kartu identitas ayah dan sebelum ia memberikan kartu tersebut kepada mereka, mereka menembak dia dengan tiga peluru. Saya menyaksikannya," kata remaja pria itu sambil menyeka air matanya, yang berlinang, kepada Xinhua.
Marco mengatakan semua pelaku teror tersebut berjumlah lebih dari selusin atau barangkali 15, demikian laporan Xinhua, Minggu pagi. Mereka menyamar dengan mengenakan seragam militer dan mereka memiliki kamera video untuk merekam serangan mematikan pada Jumat tersebut terhadap satu bus dan dua mobil yang bergerak menuju Biara Saint Samuel di Maghagha.
Setelah ayahnya ditembak dan para pelakunya bersiap melarikan diri, anak lelaki itu dengan berani menyusup ke dalam kendaraan ayahnya dan menelepon pamannya di desanya, Dayr Jarnous, untuk minta tolong.
"Marco adalah pahlawan dalam tragedi tersebut, sebab ia adalah satu-satunya orang yang dapat kembali ke mobil dan menelepon kami untuk minta tolong," kata pamannya, Mamdouh Youssef Michael, kepada Xinhua di dekat altar di Sacred Family Church di Dayr Jarnous, tempat pemakaman beberapa korban diselenggarakan.
Michael menambahkan mereka bergegas ke lokasi serangan dan melihat Ayed, ayah Marco, berlumur darah tapi masih hidup. Mereka berusaha membawa pria tersebut ke rumah sakit terdekat tapi ia menghembuskan nafas terakhirnya di jalan.
"Kami membawa dia untuk menyelamatkannya dan satu ambulans menemui kami di tengah jalan, mengambil dia dan memberinya respirator, tapi ia meninggal sebelum kami sampai ke rumah sakit," kata paman Marco.
Ia menambahkan Marco dikelilingi oleh lebih dari 30 mayat di satu daerah pegunungan, tapi bocah lelaki tersebut bukan hanya menelepon keluarganya untuk minta bantuan tapi ia juga menghentikan satu mobil pribadi dan meminta mereka membawa adiknya yang berusia 10 tahun, Mina, ke tempa aman di jalan raya itu.
Selama proses pemakaman yang diselenggarakan pada Jumat malam di Sacred Family Church di Desa Dayr Jarnous, ratusan pemeluk Koptik dan Muslim berpawai bersama serta meneriakkan slogan persatuan dan doa buat semua korban.
Serangan teror di Mesir telah menewaskan ratusan polisi dan tentara sejak penggulingan presiden Mohammed Moursi oleh militer pada pertengahan 2013 sebagai reaksi atas atas protes massa terhadap satu masa masa jabatannya dan kelompoknya, yang saat ini dilarang --Ikhwanul Muslimin.
(Uu.C003)
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017