Presiden Joko Widodo dikenal gemar melakukan blusukan ke daerah-daerah untuk mengecek perkembangan pembangunan infrastruktur.
Agenda lain adalah bertemu langsung masyarakat guna membagi-bagikan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), sertifikat lahan dan tidak ketinggalan sepeda bertuliskan "Hadiah dari Presiden Jokowi".
Saat membagi-bagikan kartu dan sertifikat itu, Presiden Jokowi pun tidak lupa menghitung jumlahnya.
"Laporan yang saya pegang yang diserahkan hari ini ada 10.038 sertifikat. Tolong sertifikatnya diangkat semuanya. Jangan diturunkan dulu akan saya hitung, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 10.038 betul?" tanya Presiden di lapangan Rampal, Malang, Rabu (24/5).
Setelah selesai menghitung, Presiden tidak lupa memberikan pesan kepada para penerima sertifikat.
"Kalau ingin sertifikatnya disekolahkan, dipakai sebagai agunan ke bank, silakan tapi saya titip agar hati-hati. Tolong dihitung dan dikalkulasi dulu apakah bisa mengangsur setiap bulannya? Kalau setelah dihitung tidak bisa, jangan memaksakan diri karena bisa-bisa sertifikat ini diambil bank," kata Presiden.
Tak lupa Presiden juga berpesan kepada sekitar 9.530 warga dari berbagai kota dan kabupaten di Jawa Timur itu agar pinjaman bank yang diperoleh dengan mengagunkan sertifikat lahan bukan dibelanjakan untuk barang-barang konsumtif seperti mobil dan motor.
Setelah membagikan sertifikat dan menyampaikan pesan, tiba saatnya Presiden membagi-bagikan sepeda kepada warga yang berhasil menjawab kuis. Titin asal Blitar adalah warga pertama yang beruntung untuk mendapatkan kesempatan itu.
"Lho mana sertifikatnya? Tolong yang punya sertifikatnya dihapal berapa lahan yang sertifikatnya kita punyai! Hati-hati pegang sertifikat harus hapal berapa meter persegi," kata Presiden dari panggung.
Hasilnya masyarakat pun sibuk membuka lembaran sertifikat tanah mereka. Namun Titin yang berdiri di samping Presiden malah tidak memegang sertifikat.
"Jadi Pak, sertifikat saya ada kekeliruan tanggal lahir, sama bapaknya petugas akan diperbaiki dulu, tapi berhubung saya ingin bertemu Presiden jadi saya ikut saja ke sini," kata Titin polos.
"Jadi pas gini-gini tadi tidak ikut?" tanya Jokowi sambil mengangkat tangannya untuk mempraktikkan orang yang mengayunkan sertifikat di atas kepala.
"Tidak Pak, tapi saya kemarin tidak bisa tidur," jawab Titin yang juga membuat Presiden tertawa.
Presiden pun memaafkan Titin setelah ia menjawab ukuran lahannya adalah 14 x 7 meter. Selanjutnya Titin dengan lantang mengucapkan lima sila Pancasila dan berhak mendapatkan sepeda.
"Tidak dapat sertifikat tapi dapat sepeda, sana ambil sepedanya, sepedanya sebenarnya sepeda gunung biasa, yang mahal karena ditempeli tulisan Hadiah Presiden Jokowi," kata Presiden berpromosi.
Selain Titin, Sri Astuti asal Kediri juga beruntung bisa naik ke panggung untuk menjawab kuis. Namanya bahkan dipanggil langsung Presiden.
"Ada yang namanya Sri Astuti dari Kediri, katanya sudah menunggu 44 tahun baru mendapat sertifikat silakan maju," kata Presiden.
"Mungkin lebih dari 44 tahun Pak saya baru mendapat sertifikat, karena sejak orang tua saya belum sertifikat," kata Sri.
"Lalu mendaftar untuk mendapat sertifikat kapan?" tanya Presiden.
"Bulan Januari," jawab Sri.
"Kapan diukur?" tanya Presiden.
"Januari juga," jawab Sri.
"Terus?" tanya Presiden.
"Kemarin baru dikasih tahu Pak Lurah disuruh ke Malang bisa ketemu Presiden," jawab Sri.
"Jadi ini senang karena ketemu sertifikat atau ketemu Presiden? Berarti senangnya loro (dua)," kata Presiden sambil tertawa.
Sri pun diminta untuk menjawab lima suku di Indonesia.
"Suku Jawa, Sunda, Dayak, Madura, Suku Sunda, Suku Jawa," kata Sri.
"Jangan diulang-ulang terus. Suku di Papua?" tegur Presiden.
"Suku Dayak," jawab Sri.
"Itu di Kalimantan, yang pintar membuat patung?" kata Presiden.
"Suku Asmat," jawab Sri.
Sri pun akhirnya berhasil mendapatkan sepeda.
Selain Sri, perempuan lain yang beruntung adalah Rosdiana dari Bondowoso.
"Coba ibu luas lahannya berapa?" tanya Presiden ke Rosdiana.
"174 meter Pak," kata Rosdiana.
"Nah ini keleru banget. Tanahnya di desa Warung seluas 1.743 meter persegi, beda jauh ini. Apalagi baru beli, ruginya bisa ribuan, coba dihapalkan, jangan sampai lupa dan difotokopi, coba diulangi: 1.743 meter persegi, jangan sampai keleru," kata Presiden membimbing Rosdiana mengucapkan luas lahannya. Keleru berarti keliru dalam Bahasa Jawa.
Selanjutnya Presiden pun meminta Rosdiana untuk menyebutkan 5 masakan khas Jawa Timur.
"Rawon, gulai, soto," jawab Rosdiana.
"Soto? Pak Gub (Gubernur) menggeleng, Pak Gub jadi jurinya, masa tidak hapal sih? Ternyata sulit kan? Ternyata tidak mudah karena kita terlalu sering makan hamburger, pizza sama kentucky (ayam goreng), malah masakan kita sendiri lupa," ujar Presiden.
"Sate Pak," jawab Rorsdiana.
"Sate ayam Madura, betul, saya betulkan," kata Presiden.
"Lontong balap," kata Rosdiana.
"Itu di mana ya itu belinya?" tanya Presiden.
"Wonokromo," jawab Rosdiana.
"Besok saya dikirim ya Pak Gub, lontong balap, saya belum pernah merasakan enaknya bagaimana, sekarang sana diambil sepedanya," ungkap Presiden.
Persingkat kunjungan
Pembagian kartu dan sertifikat rencananya juga akan dilakukan pada Jumat (26/5) di Boyolali, Jawa Timur. Namun sayang rencana itu harus batal karena serangan bom di terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur pada Rabu (24/5) malam dan memakan korban jiwa sehingga Presiden harus mempersingkat kunjungannya.
Terhadap peristiwa serangan bom itu, Presiden berpesan agar masyarakat tetap tenang.
"Saya menyerukan agar semua anak bangsa di seluruh pelosok tanah air tetap tenang dan tetap menjaga persatuan kita harus terus menjaga ketenangan," kata Presiden di kediaman pribadinya di kelurahan Sumber, kecamatan Banjarsari, Surakarta, Kamis (25/5).
Ia pun menyampaikan rasa duka cita terhadap para korban dan keluarga korban.
"Saya menyampaikan rasa duka yang mendalam kepada para korban dan keluarganya, baik yang masih di rumah sakit maupun yang meninggal terutama aparat kepolisian yang gugur dalam menjalankan tugas," tambah Presiden.
Presiden pun sudah memerintahkan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk mencari pelaku pengeboman tersebut.
"Kita tahu korban yang ada ini sudah keterlaluan, korban-korban yang ada, tukang ojek jadi korban, supir angkot jadi korban, penjual lapak kelontong jadi korban, polisi jadi korban," tegas Presiden.
Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017