Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera menetapkan tersangka dari pihak sipil dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter militer AgustaWestland (AW) 101 yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp220 miliar.
"Kami di KPK sudah melakukan penyelidikan tapi belum meningkatkan menjadi penyidikan. Dengan kerja sama dengan TNI, kami akan mengumpulkan fakta dan data dan menanyai banyak pihak," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Jumat.
"Akan lebih jelas kalau meningkatkan status tersangka dalam hal ini pemasoknya, nanti akan disampaikan latar belakang dan keterkaitannya," tambah ketua KPK.
Agus menyampaikan hal tersebut bersama dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Wuryanto, dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
"Tapi kalau melihat laporan dari teman-teman yang melakukan penyelidikan, salah satu yang kami tangkap laporan-laporan ini adalah semacam mark up, harusnya nilainya tidak sebesar itu tapi dalam kontrak melebihi dari yang dibeli," tambah Agus.
Ia mengatakan pengumuman tersangka dari pihak swasta itu masih menunggu pendalaman dari sejumlah penggeledahan yang dilakukan KPK di PT Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang. PT Diratama Jaya Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa peralatan militer non-senjata yang juga memegang lisensi dari Amerika Serikat untuk terlibat dalam bisnis di bawah Peraturan Kontrol Ekspor peralatan militer dari AS dan Lisensi (Big Trade Business Licence "SIUP").
"Kenapa swasta kita masih menunggu ? Karena masih mengumpulkan fakta dan data. Terus terang dua hari yang lalu kita melakukan penggeledahan dari POM TNI, kita dukung dengan penggeledhan di empat lokasi," ungkap Agus.
Pertama adalah kantor PT Diratama Jaya Mandiri di Sentul, kantor PT Diratama Jaya Mandiri di gedung Bidakara, rumah saksi dari pihak swasta di Bogor dan rumah seorang swasta di Sentul City.
"Jadi masih memerlukan pendalaman karena yang digeledah juga baru didapatkan untuk melanjutkan kasus ini," tambah Agus.
Dalam kasus ini, POM TNI sudah menetapkan tiga tersangka yaitu Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitemn (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol admisitrasi BW selaku pejabat pemegang kas atau pekas dan Pelda (Pembantu letnan dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu.
Total anggaran pengadaan heli AW-101 adalah Rp738 miliar yang masuk dalam APBN 2016 dengan nilai kerugian negara sekitar Rp220 miliar.
"Saudara-saudara sekalian, khususnya prajurit TNI di manapun berada, bahwa kejahatan korupsi adalah perbuatan melawan hukum dan di TNI korupsi ini sangat merugikan prajurit karena yang menjadi objek adalah prajurit, dan yang melakukan adalah penentu kebijakan dan bisa mebahayakan prajurit karena membeli alat utama sistem senjata dari hasil korupsi, pasti tidak maksimal dan melemahkan NKRI," kata Gatot Nurmantyo.
Ketiga tersangka itu menurut Gatot melakukan sejumlah pelanggaran yaitu pertama, ketidaktaatan terhadap perintah; kedua, penyalahgunaan wewenang jabatan; ketiga, tidak mengikuti peraturan dalam pengadaan barang dan jasa; keempat, penggelapan dan kelima, pemalsuan.
"Sekali lagi akibat perbuatan tersebut akan menimbulkan kerugian negara. Perlu diketahui hasil ini adalah hasil sementara masih sangat mungkin ada tersangka yang lain," tegas Gatot.
"Penyidik POM TNI, KPK dan PPATK masih berupaya melakukan investigasi khususnya aliran dana dari pengadaan helikopter AW 101 tersebut dan saya sebagai Panglima TNI berharap pihak-pihak terkait perkara ini khususnya personil TNI bersikap koorperatif, jujur bertanggung jawab sehingga perkara bisa diselesaikan dengan cepat, tuntas dan profesional," tambah panglima.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017