Bantul (ANTARA News) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mohammad Mahfud MD tidak memasalahkan seribu advokat yang disiapkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk menghadapi gugatan pembubaran organisasi itu oleh pemerintah di pengadilan.
"Ya tidak apa-apa, mau seribu atau lima ribu di hadapan hukum tidak ada bedanya," kata Mahfud MD usai menjadi narasumber pada acara sarasehan Peringatan Hari Jadi Bantul di Pendopo Parasamya Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Rabu sore.
Menurut dia, yang penting nanti kebenaran hukumnya diungkap di pengadilan kalau itu mau ke pengadilan. "Tetapi menurut saya, kita tidak perlu emosional, karena kita itu sudah punya kesepakatan untuk selamatkan negara," katanya.
Mahfud mengatakan, negara Indonesia berdasarkan Pancasila sehingga segala macam bentuk atau upaya yang akan mengganti ideologi negara itu harus ditertibkan, termasuk organisasi masyarakat (ormas) HTI yang menggelorakan negara kekhalifahan.
"Fakta-faktanya secara terbuka dan sehari-hari itu mengkampanyekan mengganti negara Pancasila, jadi saya kira ketika surat izin dikeluarkan untuk HTI dulu menurut saya informasinya tidak lengkap," katanya.
Akan tetapi, kata Mahfud, segala bentuk dan upaya apapun kalau itu secara kehormatan bertentangan dengan ideologi Pancasila harus dihukum secara administratif sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Tapi secara hukum pidana kalau langkah langkahnya ke arah tertentu dengan cara melawan hukum, itu makar namanya. Kita tinggal melihat dari kacamata hukum, jadi kalau ada pengacara sampai seribu itu silahkan," katanya.
Ditanya apakah ada motif dari pengacara untuk membela HTI, Mahfud mengatakan hal itu biasa saja, namun dia mengatakan pemerintah tetap tegas untuk pembubaran HTI, karena ormas itu kegiatannya dilarang dalam aturan.
"Kalau pemerintah ingin meluruskan saja. Kalau advokat tidak apa-apa, biasa saja, sama saja dulu ada pemilihan presiden tiba-tiba ngumpul puluhan advokat, itu sudah biasa. Tapi yang penting di pengadilannya," katanya.
(T.KR-HRI/S027)
Pewarta: Heri Sidik
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017