Jakarta (ANTARA News) - Rencana penghentian reklamasi Teluk Jakarta oleh pemimpin baru DKI Jakarta dinilai sebagai preseden buruk bagi iklim investasi, khususnya sektor properti di Indonesia.
"Penghentian itu bisa jadi preseden buruk dalam berbisnis properti di Indonesia," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut Ali, apa yang sudah dilakukan rezim sebelumnya seharusnya tidak bisa disalahkan begitu saja sehingga kalau pun ada perubahan saat ini, tidak bisa langsung merugikan pengembang.
"Sebaiknya ada solusi yang win-win atau mengakomodasi pihak terkait," kata Ali.
Ali juga menyatakan persetujuannya jika ternyata ada pengembang nakal karena diduga menjual properti tanpa Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) maka hal itu silakan ditindak tegas.
"Ditindak yang nakal, tapi tidak harus digeneralisasi," katanya.
Oleh karena iu dia mengusulkan agar saatnya kebijakan reklamasi Teluk Jakarta dikaji ulang dengan membuat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang baik.
"Ini untuk untuk mengetahui, apakah benar reklamasi itu tidak baik atau malah sebaliknya," kata Ali.
Data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta menunjukkan, sektor properti (real estat dan konstruksi) setiap tahun menyumbang rata-rata 19 persen dari total Produk Domestik Regional Bruto.
Angka itu merupakan nilai awal saat proyek dilakukan, sehingga belum memperhitungkan dampak ikutan dari proyek properti secara keseluruhan.
Pengamat tata ruang dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna sebelumnya menyatakan Anies-Sandi harus memiliki dasar hukum yang tetap terlebih dahulu jika ingin menghentikan proyek reklamasi.
"Karena yang membangun itu swasta. Mereka sudah mengeluarkan biaya pembangunan tersebut," ujar Yayat.
Selain izin dari pemerintah provinsi, kata Yayat, pembangunan pulau reklamasi juga berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 52 Tahun 1995.
Keppres tersebut dikeluarkan Presiden Soeharto pada 13 Juli 1995. "Kalau mau dihentikan, harus ada dasar hukum yang jelas dulu. Sementara pemerintah pusat inginnya melanjutkan pembangunan reklamasi," tutur Yayat.
Anggota tim sinkronisasi Anies-Sandi, Marco Kusumawidjaja, sebelumnya mengatakan akan tetap menghentikan pembangunan pulau reklamasi.
Hal itu karena prosesnya menyalahi Amdal dan tanpa ada Peraturan Daerah (Perda) Zonasi.
Anies-Sandi pun menolak mengeluarkan biaya ganti-rugi kepada pengembang.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya juga menegaskan penghentian reklamasi merupakan hak Anies-Sandi.
Namun, Luhut mengingatkan keputusan tersebut harus berdasarkan kajian ilmiah yang tepat.
"Kalau mau dihentikan silakan, tapi kalau Jakarta tenggelam jangan lari dari tanggung jawab di kemudian hari," tegas Luhut.
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017