Makanan yang sehat tersebut meliputi makanan yang kaya akan seluruh biji-bijian, buah dan sayuran, kata tim peneliti itu --yang dipimpin oleh University of California, San Francisco.
Studi tersebut disiarkan pada 17 Mei, sebelum pertemuan tahunan 2017 oleh American Society of Clinical Oncology (ASCO) --pertemuan terbesar peneliti kanker klinis di dunia. Studi itu dilandasi atas analisis data yang dikumpulkan dari pasien yang ikut dalam satu studi nasional buat rakyat di Amerika Serikat dengan kanker usus besar tahap III dan menjalani penilaian selama sekitar tujuh tahun.
"Kami mendapati bahwa pasien kanker usus besar yang melaporkan mereka memiliki berat tubuh sehat, melakukan kegiatan fisik rutin, dan makan sayuran, buah dan makanan yang kaya akan gandum, rendah daging merah dan hasil pemrosesan memiliki resiko lebih rendah mengenai kambuhnya kanker itu dan kematian dibandingkan dengan pasien yang tidak melakukan perilaku ini," kata penulis utama studi tersebut Erin L. Van Blarigan, Asisten Profesor di Departemen Epidemiologi dan Biostatistik dan Urologi di UCSF.
Itu adalah studi prospektif di kalangan hampir 1.000 pasien kanker usus besar tingkat III yang terdaftar dalam percobaan kemoterapi dari 1999 sampai 2001, kata Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin malam.
Para peneliti mendapati bahwa selama masa lanjutan menengah tujuh tahun penyintas kanker usus besar yang mematuhi Panduan Kegiatan Fisik dan Gizi buat Penyintas Kanker dari American Cancer Society memiliki resiko kematian 42 persen lebih rendah dan 31 persen lebih rendah mengenai kambuhnya kanker dibandingkan dengan pasien yang tidak melakukan prilaku itu. Ada 335 orang yang menderita kambuhnya kanker usus besar, 256 dari mereka meninggal; 43 pasien lagi meninggal selama studi tersebut karena sebab lain.
Di dalam studi itu, semua pasien diberi nilai dari 0 sampai 6 yang mengukur apakah gaya hidup mereka cocok dengan panduan gaya hidup yang sehat. Hanya sembilan persen dari mereka memiliki gaya hidup yang sangat mematuhi panduan tersebut, dan itu ditunjukkan oleh nilai 5 sampai 6.
Sementara itu, Siloam Hospitals Group mengadakan forum diskusi kesehatan bertema " Mewaspadai​ Ancaman Kanker Paru dan Penanganan Terkini", pada Sabtu (20/05) di MRCCC​ SIloam Hospitals Semanggi di Jakarta.
Meningkatnya jumlah penderita kanker paru seiring tingginya prevalensi merokok di Indonesia dan diakibatkan paparan asap rokok melatarbelakangi forum diskusi digelar.
Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit MRCCC Siloam Semanggi, dr. Sita Laksmi, Ph.D., Sp.P (K)
Sita mengatakan, perokok aktif beresiko 13,6 kali lipat terkena kanker paru dan perokok pasif atau yang terkena paparan asap rokok, beresiko 4 kali lipat.
Sita menambahkan pasien penyakit paru didominasi pasien tuberkulosis (TBC) sejak 10 tahun terakhir dan saat ini muncul kasus baru , tuberkulosis yang kebal terhadap obat. Sedangkan kasus paru drastis meningkatkan lima kali lipat.
"Pada tahap awal kanker paru tidak memberikan gejala khas sehingga sulit dideteksi. Gejala mulai nampak setelah kanker sudah memasuki stadium tinggi," ungkap Sita Laksmi.
Terkait hal itu, dr. Aries Hamzah, MKM., Kepala Seksi Penyakit Kanker Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa pihaknya telah banyak menyusun regulasi guna meminimalisir kegiatan merokok diareal umum dan konsisten menyampaikan bahaya merokok terutama di sejumlah daerah.
"Namun, resistensi selalu ada dan tidak semua kementerian sejalan dengan program Kemenkes," papar Aries dalam forum diskusi.
Akan tingginya insiden baru kanker paru hal itu terkait erat prevelensi merokok masyarakat. Ketua Penelitian dan Registrasi Yayasan Kanker Indonesia, dr. Elisna Syahrudin, Ph.D., Sp.P (K) menyatakan, satu dari tiga penderita kanker paru adalah perokok aktif.
"Jadi hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari minat masyarakat akan candu tembakau serta paparan udara kotor dan asap rokok. Satu satunya jalan adalah selalu memberikan edukasi, terutama dari pihak keluarga. Hal itu paling efisien,' jelas Elisna.
Riset Kesehatan Dasar 2013 menyatakan prevelensi kanker untuk semua kelompok umur di Indonesia 1,4 persen atau 347.392 orang dengan Yogyakarta menduduki peringkat pertama tertinggi dengan prevelensi 4,1 persen.
Pada perempuan, jumlah kasus baru kanker paru cukup tinggi yakni 13,6 persen dan menyebabkan kematian sebesar 11 persen.
"Kematian akibat kanker paru pada perempuan lebih besar dibandingkan kemaian akibat kanker serviks," imbuh Sita diakhir forum diskusi.
(Uu.C003)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017