Hal tersebut disampaikannya usai kuliah umum bersama Komnas HAM dengan tema Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Perspektif Islam di UIN IB Padang, Jumat.
"Minangkabau sebagai lingkup budaya sangat sesuai dengan konsep HAM," tambahnya.
Ia mengemukakan apalagi latar belakang budaya Minangkabau yang berlandaskan nilai-nilai keislaman yang terlihat dari falsafah "adat basandi syarak dan syarak basandi kitabullah" (ABS-SBK).
Karena kultur Minangkabau yang berlandaskan agama maka akan semakin kuat apabila HAM yang diberlakukan mengacu pada konsep keislaman yang menjadikan Tuhan sebagai fokus atau theosentris, bukannya antroposenstris.
Apabila mengacu pada theosentris maka ajaran Tuhan akan menjadi sumber ajaran dan akan menjadi dasar terhadap hak-hak yang akan dibangun di atasnya.
Sedangkan apabila mengacu pada antroposentris atau fokus kepada manusia sebagai acuan peletakan dasar hak, maka rentan akan terjadi penyimpangan.
Menurutnya hal tersebut terlihat dari beberapa ketimpangan yang telah terjadi dan bertentangan dengan syariat Islam, seperti adanya orang yang pindah-pindah agama, melakukan pernikahan beda agama serta maraknya LGBT.
"Ketimpangan tersebut tidak akan terjadi jika HAM yang berlaku mengandung nilai-nilai keislaman dan hal tersebut sudah ada pada kultur Minangkabau, selanjutnya tinggal berupaya untuk memperkenalkan HAM yang ramah terhadap ajaran Islam," ujarnya.
Sementara itu Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution mengatakan Minangkabau dengan identitas kulturalnya merupakan bagian dari pada hak asasi.
Menurutnya berdasarkan deklarasi HAM tahun 1948, HAM dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu hak individu atau sipil politik serta hak kesejahteraan atau hak ekonomi sosial dan budaya.
"Dengan nilai-nilai lokal yang ada di Minangkabau seperti falsafah ABS-SBK maka hal tersebut merupakan bagian dari hak ekonomi sosial dan budaya," katanya.
Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017