Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) Emil Salim menyatakan perubahan iklim global yang mulai terjadi saat ini bisa mengancam produksi pangan nasional terutama setelah tahun 2030. Ketika memaparkan orasinya bertajuk "Implikasi Perubahan Iklim pada Pertanian" di hadapan pejabat lingkungan Departemen Pertanian di Jakarta, Rabu, Emil menyatakan, saat ini tanda-tanda perubahan iklim pada bumi sudah mulai terlihat. "Pertanian bakal dihantui oleh perubahan iklim. RI tidak akan mampu swasembada beras," ujarnya. Menurut dia, perubahan iklim global pada 2030 akan menyebabkan kenaikan suhu satu derajat celsius, naiknya frekuensi, dan intensitas kekeringan, banjir, "cyclone tropis" dan angin topan. Kondisi tersebut akan mengurangi air tanah maupun air sungai sehingga berdampak negatif pada irigasi yang akibatnya mempengaruhi lahan layak pakai untuk pertanian. "Dampak negatif perubahan iklim global terhadap pertanian tersebut sangat dirasakan oleh negara-negara di kawasan garis khatulistiwa seperti Indonesia," kata Emil. Kawasan tropis, lanjut dia, akan menderita pukulan produksi pangan akibat besarnya variabilitas iklim menjelang 2030. Menurut Staf Ahli Presiden Bidang Lingkungan itu, untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian maka Departemen Pertanian selaku penanggungjawab utama sektor tersebut perlu melakukan langkah antisipasi sejak dini. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain, memperkenalkan benih tahan banjir, toleran terhadap garam dan kekeringan, meningkatkan ketahanan ekosistem pertanian dengan agroforestri dan biodiversitas, mengembangkan genetik dasar untuk benih varietas tanaman dan bibit ternak maupun ikan yang tahan kering dan suhu tinggi. Selain itu menerapkan penataan ruang untuk mencegah pengalihan lahan pertanian untuk pembangunan perumahan, industri maupun infrastruktur jalan terutama di Pulau Jawa yang kesuburannya cocok untuk pertanaman padi. Emil menyatakan, Indonesia memiliki potensi bahan pangan lokal yang sangat tinggi dan beragam, sehingga bisa dimanfaatkan untuk menurunkan ketergantungan pada beras sebagai bahan pangan pokok. Sementara itu Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan, sektor pertanian akan memanfaatkan dua peluang secara simultan dalam upaya menghadapi perubahan iklim yakni mitigasi dan adaptasi. Mitigasi perubahan iklim, tambahnya, dilakukan melalui sistem budidaya yang dapat menurunkan gas rumah kaca sehingga besaran perubahan iklim dapat diminimalkan, sedangkan adaptasi ditujukan untuk menyesuaikan perubahan iklim agar dapat memberikan kondisi yang mendukung bagi komoditas pangan, hortikultura, ternak dan perkebunan agar dapat berproduksi secara optimal.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007