Sekretaris Dewan Ketahanan Pangan, Ruhaimi Alman di Kandangan Selasa mengatakan, pemilihan "ikur-ikur" sebagai komoditas alternatif,karena tanaman ini sudah lama digunakan sebagian masyarakat Hulu Sungai Selatan (HSS) sebagai bahan pangan.
"Komuditas ikur-ikur juga sudah lama dibudidayakan serta tidak memerlukan lahan khusus, kandungan nutrisinya lebih baik dari beras merah," katanya.
Menurut dia, pengembangan "ikur-ikur" sebagai makanan alternatif, dapat dimanfaatkan untuk perbaikan gizi anak sekolah dan dapat mendorong tumbuhnya industri pangan lokal, dengan memanfaatkan tanaman "ikur-ikur" ini sebagai bahan pokoknya.
Tanaman "ikur-ikur atau di daerah lain disebut juwawut atau sekoi (Setaria italica) adalah sejenis serealia berbiji kecil (milet) yang pernah menjadi makanan pokok masyarakat Asia Timur dan Asia Tenggara, sebelum budi daya padi dikenal orang.
Berdasarkan catatan Wikipedia, juwawut disebut juga tanaman semusim seperti rumput yang dapat mencapai ketinggian 150-175) cm. Batangnya tegak, kadang-kadang bercabang.
Daun-daunnya tunggal, berseling, bentuk garis atau pita, meruncing di ujung, tulang daun tengahnya menonjol, dengan pelepah sepanjang 10, 15,25 cm, gundul atau sedikit berambut, lidah (ligula) pendek dan berjumbai.
Malainya rapat, berambut dan dapat mencapai panjang 30 cm sehingga orang Inggris menamakannya "milet ekor rubah" (foxtail millet). Bulirnya kecil, hanya sekitar 3mm diameternya, bahkan ada yang lebih kecil. Warna bulir beraneka ragam, mulai dari hitam, ungu, merah, sampai jingga kecoklatan.
Selama ini, tanaman "ikur-ikur" banyak tumbuh liar di kawasan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, terutama di daerah pegunungan, biasanya dikenal sebagai makanan burung dan oleh masyarakat setempat dapat dimasak, menjadi bubur yang enak dinikmati.
Pemerintah Kabupaten HSS, sedang fokus mengembangkan berbagai komoditas tanaman pangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai inovasi.
Beberapa komoditas yang telah dihasilkan selain padi adalah cabai merah, tomat dan beberapa sayur-mayur yang sebelumnya didatangkan dari Jawa maupun provinsi lainnya.
Pengembangan sektor tanaman pangan tersebut, sebagaimana program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kalsel, untuk meningkatkan pertanian lokal, untuk memenuhi kebutuhan pangan daerah guna menekan harga dan inflasi daerah.
Dinas Perdagangan HSS merilis, dari 17 komoditas pangan pokok di Kabupaten HSS yang dimonitor, kecuali bawang merah, cabai merah, ikan gabus, daging dan telur ayam ras harganya cuku[ fluktuatif karena stok yang kurang.
Mengatasi hal tersebut, Dinas Perdagangan Kabupaten HSS bekerja sama dengan Bulog Barabai akan melaksanakan pasar murah untuk beras, minyak goreng, gula, daging kerbau beku dan komoditas lain.
"Komoditas yang dijual adalah komoditas yang mengalami lonjakan harga dengan lokasi pasar murah akan ditentukan kemudian," katanya.
Pewarta: Ulul Maskuriah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017