Surabaya (ANTARA News) - Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan bentuk negara yang tak dapat ditawar-tawar lagi, dan kepentingan kelompok atau golongan bisa membubarkannya. "Itu sesuai dengan amanat pendiri negeri ini, karena itu kalau ada kepentingan kelompok atau golonganm, seperti negara Islam, maka NKRI pasti akan pecah. Indonesia akan bubar," ujarnya di Surabaya, Rabu. Ia mengemukakan hal itu saat berbicara dalam seminar nasional "Wawasan Kebangsaan dan Konsepsi Ketahanan Nasional" yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Saat menjadi pembicara seminar bersama mantan Menteri Negara (Menneg) Percepatan Daerah Tertinggal (PDT) Saifullah Yusuf, Freddy Numberi menjelaskan, perbedaan yang ada di Indonesia merupakan desain dari Tuhan Yang Maha Esa. "Kalau saya menjadi orang Papua dan Kristen, lalu anda menjadi orang Islam dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, atau Sulawesi, dan ada yang beragama Hindu dari Bali, maka semua itu bukan merupakan kehendak kita, melainkan merupakan desain Tuhan," ungkapnya. Mantan Gubernur Irian Jaya itu menegaskan bahwa perbedaan suku, agama, golongan, dan lainnya dapat digunakan untuk mempersatukan Indonesia, tapi juga dapat memecahbelah. "Karena itu, kita harus dapat mengelola perbedaan menjadi mozaik yang indah, dan bukan justru mengelola perbedaan untuk merusak cita-cita para pendiri republik ini," kata purnawirawan berbintang dua dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) tersebut. Senada dengan Numberi, mantan Menteri Negara (Menneg) Percepatan Daerah Tertinggal (PDT), Saifullah Yusuf, menyatakan bahwa otonomi daerah (otoda) sebenarnya menambah jumlah perbedaan yang ada di Indonesia. "Dengan otoda, sekarang ada satu ibu pertiwi dengan banyak bapak, karena ada pusat, ada provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, dan seterusnya. Pusat bisa ke kiri, tapi kabupaten/kota ke kanan," ucapnya di hadapan ratusan peserta seminar. Oleh karena itu, kata Ketua Umum PP GP Ansor itu, perbedaan yang semakin banyak itu harus semakin dipadukan melalui kebijakan yang mengatasi kesenjangan dan kemiskinan. "Di Indonesia ada 70.611 desa dengan 20.000 diantaranya tanpa Puskesmas, 17.000 tak bisa dilintasi, 12.000 tanpa listrik, 30.000 dengan sebagian punya listrik dan sebagian tak punya listrik, dan banyak lagi. Jadi, Indonesia bukan cuma Jakarta atau Surabaya," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007