Bali (ANTARA News) - Perusahaan Kapal Indonesia wajib mengikuti asuransi kerusakan lingkungan, karena masalah itu sedang menjadi sorotan dunia, kata Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Kementerian Perhubungan Jonggung Sitorus.

Singapura sudah lama mewajibkan semua kapal yang membawa minyak dan sejenisnya ikut asuransi untuk memberi jaminan "Protection and Indemnity" (P&I) sehingga jika terjadi tumpahan minyak, bisa langsung dapat mengklaim ke perusahaan asuransi, katanya usai menghadiri kegiatan Regional Marine Exercise (Marpolex) di Benoa Bali, Selasa.

Dikatakan Jonggung, tidak ada salahnya jika Indonesia belajar pada Singapura dalam menegakkan aturan tentang kewajiban perusahaan kapal pengangkutan barang jalur laut menyediakan jaminan Protection and Indemnity.

"Semua perusahaan kapal angkut yang masuk dan keluar Singapura, diwajibkan membayar premi asuransi P&I tentang kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan. Aturan itu diterapkan tanpa pandang bulu, sehinggga tak satupun kapal pengangkut barang yang tidak mengantongi premi," kata Jonggung, seraya menambahkan, Pemerintah Indonesia seyogianya juga dapat menerapkan aturan itu.

Aturan itu sesungguhnya sudah ada dalam Peraturan Menteri Perhubungan No PM 71 Tahun 2013 tentang penyelamatan dan pekerjaan di laut. Tetapi tidak semua perusahaan kapal angkut yang mau memenuhi kewajiban itu karena sanksinya kurang tegas.

Itu sebabnya KPLP akan terus konsisten untuk menegakkan aturan itu agar dapat mendorong perusahaan kapal pengangkut barang di laut membeli premi P&I itu, ujar dia.

Asuransi P&I (Protection and Indemnity) memberikan ganti rugi terhadap tuntutan pihak ketiga dalam hal terjadi kerugian yang ditimbulkan dalam pengoperasian kapal meliputi "Collision Liability", jaminan risiko tabrakan kapal terhadap kapal lain, kargo yang dimuat ataupun terhadap benda-benda lainnya dan "Other Claims" yakni klaim-klaim terkait kerusakan lingkungan akibat pencemaran atau polusi, seperti tumpahan minyak dan lain sebaginya.

Jonggung secara rinci juga menyampaikan tentang Marpolex 2017 yang diikuti oleh tiga negara anggota, Jepang, Filipina dan Indonesia beserta dua negara observer, Malaysia dan Singapura.

Ia mengatakan, Peraturan Presiden No 109 tahun 2016 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, terdiri dari tiga tahapan yakni tier 1 (tingkat lokal) dengan koordinator syahbandar pelabuhan setempat, kemudian tier 2 (tingkat daerah) dengan koordinatoor syahbandar daerah dan tier 3 (tingkat nasional) yang dikomandani oleh Dirjen Perhubungan Laut selaku Puskodalnas.

Di tingkat 3 itulah pemerintah baru dapat meminta bantuan internasional khususnya dari negara anggota Marpolex. Dengan begitu tumpahan minyak atau limbah minyak yang mungkin ada di perairan Indonesia akan segera dapat diatasi karena sumber daya SDM dan peralatannya sudah cukup mumpuni, yang dihasilkan oleh bangsa Indonesia sendiri, seperti Giant Octopus Skimmer (alat penghisap tumpahan minyak) dari Slickbar Indonesia, katanya.


Latihan Bersama

Indonesia bersama Jepang dan Filipina melakukan kegiatan Regional Marine Pollution Exercise (Marpolex) ke-20 di Perairan Benoa, Bali pada 16-17 Mei 2017.

Latihan bersama ini secara rutin dilakukan dua tahunan sekali dalam penanggulangan polusi di wilayah perairan, khususnya minyak dan bahan kimia berbahaya beracun (B3).

Jonggung menambahkan, untuk mengimplementasikan kesiapan penanggulangan polusi perairan, perusahaan-perusahaan tersebut tidak harus membeli peralatan penanggulangan tumpahan minyak (PPTM), tapi bisa juga menyewa atau menjadi anggota dari pusat penanggulangan tumpahan minyak seperti OSCT Indonesia.

Hal senada juga dikemukakan Operational Manager Oil Spill Combat Team (OSCT) Indonesia, Yodi Satya.

Dikatakannya, pencegahan dan penanggulangan pencemaran di wilayah perairan, diamanatkan Undang Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No. 21 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim, dan Permenhub No. 58/2013.

Jika sebuah perusahaan diketahui mengabaikan ketentuan tersebut, maka akan diberikan sanksi berupa teguran hingga tiga kali, hingga pencabutan izin operasi.

Marpolex 2017 di Benoa Bali melibatkan sebanyak 24 kapal dari Indonesia, Filipina dan Jepang. Selain itu, juga digunakan sebuah oil skimmer terbesar di dunia, buatan Slickbar Indonesia yang mampu menyedot minyak sebanyak 500 ton per jam.

Pewarta: Theo Yusuf
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017