Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah masih melakukan pembahasan alternatif selain kenaikan Pungutan Ekspor (PE) minyak sawit mentah (CPO) dalam rangka mendorong pengembangan industri hilir produk tersebut. "Salah satunya adalah akselerasi program revitalisasi perkebunan kelapa sawit untuk mendukung peningkatan produksi CPO di sektor hulu," kata Menteri Perdagangan Mari Pangestu menjawab pertanyaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VI dalam rapat kerja gabungan bersama Menteri Perindustrian Fahmi Idris di Gedung DPR, Jakarta, Selasa. Beberapa program dan langkah yang telah dibahas antara lain kewajiban pelaporan produksi, volume transaksi penjualan dan ekspor oleh penjual maupun pembeli dengan menggunakan mekanisme eksportir terdaftar. Pemerintah juga mempertimbangkan kemungkinan mengatur tender khusus oleh Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perusahaan Nusantara (PTPN) untuk CPO yang hanya boleh dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain itu, dalam rapat antar departemen juga dibahas mengenai kemungkinan pengaturan distribusi dan kebijakan harga biodiesel dalam negeri serta pemberian insentif fiskal bagi investor yang akan mengembangkan industri hilir turunan CPO. Menurut Mendag, keinginan untuk meningkatkan PE (sekarang 1,5 persen) harus dilakukan secara hati-hati karena ada dampak negatif jangka pendek yang ditimbulkan, antara lain menurunnya ekspor CPO dan pangsa pasar CPO di pasar dunia yang berakibat menurunnya pendapatan petani. "Kita harus hitung potensi kehilangan pasar ekspor kita, apalagi akan sulit untuk meraih kembali pangsa pasar yang hilang itu. Selain itu sepertiga pasokan CPO berasal dari perkebunan rakyat yang rentan terhadap turun naiknya harga," ujarnya. Perubahan harga CPO dunia, jelasnya, ditentukan oleh elastisitas penawaran dan permintaan ekspor CPO. Beban PE yang harus ditanggung produsen dan petani kelapa sawit akan lebih besar dibanding konsumen CPO dunia karena elastisitas penawaran ekspor CPO lebih rendah dari pada permintaan (pasokan stabil sedangkan permintaan terus meningkat--red). Pembatasan ekspor CPO melalui tarif maupun kuota, menurutnya, belum tentu menjamin keberhasilan pengembangan industri hilir berbahan baku CPO. Terkait program stabilisasi harga minyak goreng, Mendag menegaskan pemerintah akan mengambil langkah intervensi langsung jika harga minyak goreng tidak turun seperti yang diharapkan pada awal Juni 2007, yaitu Rp6.800-Rp6.500 per kg di tingkat eceran. "Operasi pasar (OP) langsung volumenya terlalu kecil sehingga tidak bisa mempengaruhi harga. Program stabilisasi harga yang akan lebih bisa mempengaruhi harga karena suplainya cukup besar yaitu 100ribu ton," jelasnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007