Depok (ANTARA News) - Sosiolog Thamrin Amal Tomagola, yang mengatasnamakan alumni FISIP Universitas Indonesia angkatan 1968, mengusulkan agar Todung Mulya Lubis dimasukkan ke dalam tim penasehat hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Thamrin mendatangi Muko Brimob untuk berbicara empat mata dengan Ahok mengenai hal ini karena keputusan soal tim pembela ada di tangannya.

Namun sosiolog itu tidak diizinkan masuk lantaran namanya tidak ada di daftar tamu yang diperbolehkan menemui Ahok.

"Kurang lebih hanya ada 7-8 orang nama yang pada umumnya keluarga," kata Thamrin di Mako Brimob, Kelapa Dua, Rabu.

Dia akan berusaha menemui Ahok dengan menghubungi pihak keluarga, tim pembela atau pejabat kepolisian yang berwenang agar ia bisa menemui Ahok.

Thamrin mengatakan, Todung Mulya Lubis membeberkan tiga cacat pada keputusan vonis Ahok yang diunggahnya di media sosial.

Pertama, keputusan majelis hakim tidak berdasarkan tuntutan dan argumen dari jaksa.

"Majelis hakim membuat argumen sendiri dan berusaha membuktikan Ahok salah dan penista agama," katanya.

Kedua, 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bisa digunakan dengan syarat khusus yang tidak diterapkan pada kasus Ahok.

"Yang bersangkutan harus sudah dikasih peringatan tiga kali berturut-turut," katanya.

Bila peringatan itu dilanggar, dia bisa diseret ke pengadilan. Namun Thamrin mengatakan Ahok sama sekali tidak diberi peringatan oleh pejabat negara yang berhak, yakni Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

"Kok ujug-ujug diseret ke pengadilan?"

Ketiga, ia mengatakan adalah salah besar ketika pengadilan memisahkan penistaan agama dengan pemilihan kepala daerah.

"Padahal omongan Ahok erat hubungannya dengan Pilkada. Pilkada di Belitung Timur dulu, ada orang juga bawa Al Maidah 51, dan Pilkada DKI Jakarta."

(Baca: Para perwakilan dunia angkat suara soal penahanan Ahok)

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017